Usianya hampir dua dekade, namun luka dan duka tragedi 12 Mei 1998 itu masih menganga. Lintasan peristiwa terekam jelas dari jejak-jejak yang ditinggalkan. Mari mengenang momentum sejarah gerakan reformasi dengan napak tilas di Museum Tragedi 12 Mei Trisakti.
Sebuah lempeng logam berukuran sedang terpatri di halaman, tak jauh dari anak tangga pertama gedung Sjarief Thajeb kampus Universitas Trisakti (Usakti). Di titik inilah Elang Mulya Lesmana, mahasiswa Usakti tersungkur diterjang peluru pada Selasa, 12 Mei 1998 sekitar pukul 18.00 WIB. Tiga kawan lainnya, yaitu Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie mengalami nasib yang sama di titik berbeda. Keempatnya meregang nyawa.
Alur kunjungan museum diawali dengan deretan foto aksi damai mahasiswa Usakti yang terjadi sekitar bulan Maret-Mei 1998 di Kampus A Universitas Trisakti dan sekitarnya. Selain dari koleksi pribadi, foto didapat dari jepretan pewarta foto profesional yang mengabadikan momentum tersebut. Lalu ada kumpulan berita sejumlah media di tanah air.
Di bagian lain tertulis kronologis peristiwa Tragedi 12 Mei 1998 yang berujung gugurnya empat pejuang reformasi beserta puluhan mahasiswa lainnya yang luka-luka. Detik per detik peristiwa diceritakan ulang balik dalam narasi yang menggetarkan maupun foto-foto yang mencekam.
Dan profil empat Pahlawan Reformasi yaitu almarhum Elang Mulya Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie menjadi koleksi yang membuat pilu. Foto para almarhum yang masih sangat belia makin menyayat hati. Inilah yang menginspirasi Prof. Drs. Yusuf Affendi, M.Arch, Guru Besar Fakultas Seni Rupa dan Desain membuat dua buah lukisan tentang curahan rasa duka mendalam seorang pendidik atas kepergian putra-putra tercintanya. Lukisan tersebut makin melengkapi koleksi museum ini.
Sebuah puisi karya Taufik Ismail terpatri di salah satu dinding museum. Tepat di bagian tengah terdapat diorama yang menggambarkan suasana kacau dan kekerasan yang terjadi di dalam tragedi tersebut beserta pesan agar hal ini tidak terulang lagi.
Benda-benda pribadi empat Pahlawan Reformasi tersimpan dalam dua buah meja kaca berbentuk oval. Selain itu ada pula duplikat rekaman suara reporter MS TRI saat laporan pantauan aksi 12 Mei dari menit ke menit. Satu buku kumpulan ucapan belasungkawa yang diterima Universitas Trisakti dari berbagai kalangan. Tak ketinggalan selongsong peluru dan gas air mata yang ditemukan saat peristiwa tersebut juga diabadikan di sini.
Sebuah papan panel yang digunakan untuk mengusung para korban. Papan yang tak lain adalah pintu ruangan kampus yang terpaksa dijebol untuk membawa para korban ke RS Sumber Waras yang berada di samping kiri Usakti.
Tak hanya museum, tragedi berdarah ini diabadikan melalui Monumen Reformasi. Berada di satu titik yang dapat terlihat dari delapan arah penjuru mata angin. Pada sebuah sisi mendekati ruang publik di Simpang Grogol sebagai wujud bahwa inilah perjuangan bersama seluruh masyarakat. Letak monumen ini menciptakan sumbu imaginer yang berawal dari gedung Sjarief Thajeb sebagai salah satu lokasi ditembaknya beberapa pejuang reformasi.
Monumen menggambarkan suasana kekalutan, ketakutan, kemarahan, kesedihan dan semangat membela teman. Ada 98 buah batu yang berserakan dari pusat inti alas monumen ke berbagai arah sebagai simbol dari suasana dan keadaan mahasiswa yang terlibat saat itu. Empat buah tiang utama melambangkan jumlah mahasiswa Universitas Trisakti yang gugur dalam peristiwa 12 Mei 1998 ini.
Keempat tugu memiliki tinggi yang beragam mulai dari 10-12 meter melambangkan urutan tanggal menjelang dan terjadinya peristiwa 12 Mei 1998. Sisi keempat tugu terdiri atas lima bidang melambangkan bulan terjadinya peristiwa. Tugu sebagai simbolis manusia, ditegaskan melalui tiga bagian dari tubuh manusia yaitu kepala, badan dan kaki.