Kata "mudik" atau pulang kampung di kekinian sudah berkonotasi atau satu paket dengan Lebaran.
Lebaran atau awal bulan Syawal adalah awal sekaligus akhir dari ujian berat yang dijalani umat Muslim yaitu berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan.
Kata "Mudik" ini berasal dari bahasa Sunda dan Betawi "udik" yang berarti desa atau kampung.
Jadi mudik adalah pulang kampung dari kota (besar) ke kampung masa kecil tercinta.
Istilah mudik lebaran awalnya muncul pada sekitar tahun 1970-an.
Pada saat itu, pemerintah Indonesia dibawah pimpinan Orba (Orde Baru) mulai melakukan pembangunan di segala bidang paska meletusnya tragedi yang paling kelam, pemberontakan G 30 D PKI.
Presiden Soeharto pada saat itu meluncurkan program pembangunan yang disebut dengan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun).
Ada Repelita 1, 2, dan seterusnya.
Seiring dengan itu, maka muncullah pusat-pusat pertumbuhan di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan sebagainya.
Seiring itu pula banyak tenaga kerja yang berasal dari kota-kota kecil, desa, atau kampung yang merantau dan bekerja di kota-kota besar tersebut.
Mulai dari pekerja kantoran, buruh di pabrik-pabrik, Pekerja Rumah Tangga (PRT), dan sebagainya.
Nah, karena IdulFitri merupakan momen untuk bersilaturahmi, saling maaf memaafkan. Maka mereka pun pulang ke kampung halamannya.
Di sana mereka akan sujud kepada orangtuanya, memohon maaf lahir dan batin kepada orang yang selama ini telah membesarkannya.
Sekaligus mereka juga refreshing menggunakan kesempatan Hari Raya untuk rehat dari pekerjaan sehari-hari yang rutin.
Nah semenjak itulah mudik sudah menjadi tradisi pulang kampung hingga sekarang ini.
Ahli sejarah menemukan jika pulang kampung ini sudah dikenal pada jaman Kerajaan Majapahit.
Seperti diketahui, Kerajaan yang beribukota di Trowulan, Jawa Timur itu merupakan kerajaan yang sangat legendaris.
Majapahit berhasil meluaskan wilayahnya hingga ke berbagai pelosok Nusantara bahkan hingga ke luar wilayah yang disebut dengan Indonesia sekarang ini.
Dengan demikian maka Trowulan menempatkan duta-duta nya di wilayah kekuasaannya itu.
Setiap tahun sekali, duta-duta itu pulang ke Trowulan untuk melapor ke Raja Majapahit.
Dalam kesempatan itu mereka mengunjungi makam keluarga yang sudah meninggal untuk berdoa dan bersujud.
Mereka juga bersilaturahmi dengan Raja Majapahit pada saat itu.
Pendapat yang lain mengatakan mudik ini berasal dari bahasa Jawa "mulih dilik" yang berarti "pulang sebentar saja".
Itulah sejarah dari tradisi mudik di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H