Siapa yang tak suka kerupuk?
Orang Indonesia umumnya biasa makan kerupuk sebagai pendamping lauk lainnya ditambah nasi hangat.
Kriuk.... Kriuknya mengasikkan.
Bahkan dulu di masa-masa orang Indonesia masih miskin, karena murahnya, kerupuk bahkan menjadi lauk utama teman makan nasi.
Cuma dengan kerupuk saja.
Kerupuk banyak jenisnya.
Yang umum kita kenal sekarang ini seperti kerupuk aci, atau kerupuk putih yang biasa digunakan untuk lomba di Hari Kemerdekaan. Ada juga kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk kulit, dan sebagainya.
Tak lengkap rasanya jika menikmati gado-gado, karedok, bubur, nasi goreng, atau ketoprak tanpa adanya kerupuk bawang.
Dari prasasti Taji Ponorogo diketahui jika kerupuk sudah ada sejak abad ke-10.
Mulanya di Jawa, kerupuk itu adalah kerupuk rambak, atau kerupuk kulit yang bisa juga dijadikan krecek (makanan khas Jawa).
Disini kita akan mengulas tentang kerupuk putih yang biasa dipakai untuk lomba 17-an.
Proses pembuatan kerupuk putih ini dimulai dari mengukus adonan singkong yang sudah lembek sampai matang.
Setelah dipotong tipis-tipis, kemudian dijemur di bawah sinar matahari hingga kering.
Setelah kering barulah kerupuk itu digoreng dengan menggunakan minyak goreng yang banyak.
Namun bisa menjadi masalah dalam hal ini jika musim hujan. Tentunya karena sulit untuk mendapatkan sinar matahari.
Seperti apa yang dialami oleh pembuat kerupuk putih di Indramayu, Jawa Barat, bernama Abdul Hamid (55).
Warga Sindang, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu itu terpaksa harus merogoh kocek lebih banyak di musim penghujan seperti sekarang ini untuk membuat kerupuknya.
Abdul Hamid terpaksa harus memakai oven dengan menggunakan gas untuk mengeringkan adonan kerupuknya karena sulitnya mendapatkan sinar matahari di saat musim penghujan seperti sekarang ini.
"Habis 4 tabung yang 3 kg buat oven," katanya.
Di saat musim kemarau Abdul Hamid mengakui dia setiap harinya memproduksi 1,5 kuintal kerupuk putih yang dibumbui dengan sedikit rasa ikan.
Dengan itu Abdul Hamid bisa mendapatkan hasil penjualannya hingga Rp 3 juta seharinya.
Namun kalau ada hujan, terkadang dia berhenti memproduksi dalam beberapa hari. Sehingga pendapatannya berkurang.
Kalau ingin tetap memenuhi kebutuhan konsumen, ya dia harus merogoh kocek lebih banyak. Kerupuk dikeringkan dengan menggunakan oven.
Abdul Hamid mengakui dia sudah memulai menekuni produksi kerupuk itu selama 22 tahun.
Pada awal-awalnya dia numpang di tanah PU mengontrak 4 tahun. Lalu ada gusuran, jadinya pindah ke tempat yang sekarang ini.
"Ada gusuran, lalu pindah ke tempat yang sekarang ini," katanya.
Seiring dengan perjalanan dan pengalamannya, Abdul Hamid kini sudah menjadi bos dengan mempekerjakan 11 orang dengan di antaranya ditugaskan untuk mendistribusikan produknya ke berbagai wilayah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H