Patung Kristus Raja atau Cristo Rei (kupang.tribunnews.com)
Patung Kristus Raja atau Cristo Rei di Dili, Timor Leste merupakan patung tertinggi kedua di dunia setelah Patung Christ the Redemeer di Rio de Janeiro, Brasil.
Jika Cristo Rei yang didirikan di atas bukit Tanjung Futucama, Dili, memiliki tinggi 27 meter, sementara patung Christ the Redemeer tingginya 36 meter.
Angka "27" meter adalah perlambang jika Timor Timur merupakan bagian dari Indonesia, propinsi Indonesia yang ke 27.
Ide didirikannya patung itu datang dari Gubernur Timor Timur pada saat itu, Jose Soares. Soares mengusulkan agar dibuatkan patung Kristus Raja sebagai peringatan 20 tahun integrasi Timor Timur dengan Indonesia.
Soeharto menyetujui usulan itu dan menunjuk Direktur PT Garuda Indonesia sebagai pimpinan proyek.
"Saya tidak tahu urusan politik. Saya dengar usulan itu diajukan Soares di kesempatan pertemuan mereka di pesawat. Dan Soeharto langsung menunjuk Direktur Garuda sebagai pelaksana," kisah Bolil.
Bolil yang dimaksud adalah sapaan akrab dari Mochamad Syailillah, seniman yang mengerjakan patung Kristus Raja yang dimaksud.
"Tidak tahu urusan politik. Saya hanya yang membuat patung," kata Bolil.
Dikerjakan selama lebih dari setahun, akhirnya Patung Kristus Raja pun selesai, dan pada tanggal 15 Oktober 1996, Presiden Soeharto dengan menggunakan helikopter didampingi oleh Gubernur Timor Timur dan Uskup Dili Mgr Carlos Ximenes Belo melihat-lihat langsung kemegahan patung itu dari udara.
Sejatinya Presiden Soeharto pada waktu itu sangat memanjakan penduduk Timor Leste. Dan itu dibuktikan dengan digelarnya pembangunan berbagai macam fasilitas, seperti sekolah, kantor-kantor, atau Bandara Komoro yang terkenal.
Bahkan dibangunnya Patung Kristus Raja juga adalah sebagai hadiah bagi rakyat Timor Timur untuk menyenangkan mereka.
Namun apa daya, dua tahun kemudian muncul peristiwa yang tak terduga di Jakarta. Penguasa Orde Baru itu terpaksa lengser dari jabatannya pada tahun 1998 akibat dari desakan mahasiswa yang tidak menginginkannya.
Tak pelak turunnya Soeharto setelah 32 tahun berkuasa, mempengaruhi juga situasi politik di Timor Timur.
Setahun kemudian, tepatnya pada 30 Agustus 1999 digelar referendum yang disponsori PBB dan menghasilkan mayoritas penduduk Timor Timur ingin berdiri sendiri, lepas dari NKRI.
Dalam sejarahnya, beberapa hari setelah Fretilin menyatakan kemerdekaan mereka dari Portugis yang sudah menjajah mereka, Indonesia menginjakkan kakinya di Timor Timur dengan maksud invasi pada Desember 1975.
Konon pada awalnya Soeharto tidak mempunyai keinginan untuk menjadikan Timor Timur sebagai bagian dari NKRI, namun atas usulan sejumlah intelijen, terutama dari Mayjen Ali Murtopo, membuat Soeharto kudu berpikir ulang.
Salah satu alasannya, karena kelompok Fretilin itu berideologi komunisme yang menimbulkan kecemasan bagi Indonesia.
Semenjak itu pergolakan untuk melakukan perlawanan terhadap pendudukan Indonesia terus gencar digelar. Banyak korban juga dari penduduk.
Karena Timor Timur baru saja ditinggalkan oleh penjajahnya, oleh karenanya dengan alasan rakyat Timor Timur "masih penuh luka" maka kucuran dana dari Jakarta pun deras mengalir untuk membangun warisan porak poranda yang ditinggalkan Portugis.
Bahkan Soeharto pernah menaikkan anggaran APBN untuk lebih lagi meningkatkan kesejahteraan rakyat Timor Timur.
Sampai kepada ujungnya, pembangunan Patung Kristus Raja yang menghabiskan dana pada saat itu sebesar Rp 5 miliar.
"Kita harus mempercepat mengejar ketinggalan pembangunan untuk saudara-saudara kita di Timor Timur dari dari daerah lainnya," ucap Soeharto di depan Sidang Istimewa DPRD Timor Timur pada tahun 1968 di Dili.
Soeharto juga membangun stasiun relay TVRI untuk mempererat hubungan antara Jakarta dan Dili serta membangun irigasi yang dapat membasahi 17.000 hektar sawah.
Pemenang hadiah Nobel Perdamaian Uskup Ximenes Belo sendiri mengatakan jasa-jasa Soeharto tidak bisa dilupakan rakyat Timor Leste sampai kapan pun.
Hal tersebut diucapkan Belo sesaat penguasa Orde Baru menghembuskan nafas terakhirnya.
"Walau Pak Harto telah meninggal, namun kita berharap penggantinya mempunyai semangat membangun seperti beliau dan terus membangun kerjasama," kata Belo.
Bukan saja dari warga asing, kini Patung Kristus Raja menjadi salah satu destinasi wisata rohani, apalagi di bawah Bukit Fatucama nampak kawasan pantai pasir putih yang mempesona, menghadap ke Kota Dili.
Patung Kristus Raja ini layaknya simbol hubungan antara kedua negara, Indonesia dan Timor Leste. Terlebih kedua tangan Yesus yang terbentang memberkati kedua negara. Untuk perdamaian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H