Jika Anda seorang penggemar wisata sejarah, Anda tentu saja mencari benda-benda atau bangunan yang bernilai sejarah.
Di Banten, tepatnya di Kampung Kroya, Kelurahan Kasunyataan, Kecamatan Klasemen, Kabupaten Serang, dapat ditemukan reruntuhan bangunan bekas Keraton Kaibon.
Kaibon ini berasal dari kata "kaibuan" atau dalam Bahasa Indonesia keibuan. Karena keraton yang dibangun tahun 1815 ini diperuntukkan sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah.
Sebenarnya keraton ini adalah istana bagi seorang raja atau sultan. Memang benar, namun karena pada waktu itu Sultan Banten ke 21, yaitu Sultan Syafiuddin masihlah berusia 5 tahun. Masih terlalu kecil untuk mengatur pemerintahan.
Keraton Kaibon masih lebih beruntung daripada Keraton Surosowan yang letaknya tidak berjauhan dengan Kaibon.
Jika Kaibon masih ada "bentuk-bentuknya" dimana masih ada gerbang, sisa kamar tempat Ratu Aisyah tidur, dan masih ada juga pondasi dan pilar-pilar yang utuh.
Namun Keraton Surosowan di sebelah utara sudah lebih hancur dan rata dengan tanah.
Kedua reruntuhan keraton itu sudah masuk dalam perlindungan Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kementerian Pendidikan RI.
Tentu jika Anda mengunjungi kedua tempat itu, Anda ingin mengetahui bagaimana sejarahnya keberadaan keraton itu dan bagaimana sampai bisa hancur.
Seperti diketahui, Herman Willem Daendels pernah diangkat menjadi salah satu Gubernur Jenderal Hindia-Belanda yang ditempatkan di Batavia.Â
HW Daendels merupakan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda yang ke 36 dan berkuasa dalam kurun waktu 1808-1811.
Dalam sejarah, Daendels ini dikenal sebagai sosok bengis yang memerintahkan penduduk Jawa untuk membangun Jalan Raya sepanjang 1.000 kilometer dari Anyer sampai Panarukan.
Sudah mulai dibangun beberapa tahap, pada waktu itu Daendels meminta Sultan Syaifuddin untuk meneruskan proyek pembangunan jalan dan meminta ribuan tenaga, juga untuk membangun pelabuhan armada Belanda di Teluk Lada.
Namun Sultan Syaifuddin dengan tegas menolak permintaan itu. Bukan hanya sampai di situ, Syaifuddin bahkan memancung kepala Du Puy, utusan Daendels.
Dan kepala Du Puy dikirimkan ke Daendels. Melihat itu Daendels sangat marah.
Daendels lalu memerintahkan anak buahnya untuk menghancurkan Keraton Kaibon dan Keraton Surosowan.
Itulah cikal bakal reruntuhan kedua keraton seperti yang disaksikan sekarang ini.
Saat ini para wisatawan masih dapat menyaksikan sisa gerbang dan pintu-pintu besar yang ada di dalam kompleks Keraton Kaibon. Berbeda Keraton Surosowan yang sudah rata dengan tanah.
Sebuah ruangan persegi empat yang dulunya diperuntukkan sebagai kamar Ratu Aisyah juga masih dapat disaksikan.
Keraton Kaibon ini unik. Karena di sekeliling keraton ini adalah saluran air.
Bangunan ini seolah-olah memang dibangun di atas air. Semua jalan yang akan memasuki keraton ini baik lewat depan maupun belakang harus melewati air dulu.
Gerbang depan keraton yang terdiri dari 5 pintu menandakan bahwa itu kewajiban umat Islam untuk melakukan sholat 5 waktu.
Keraton Surosowan itu diperkirakan dibangun antara tahun 1526 sampai 1570 oleh Sultan Hasanuddin. Keraton ini berfungsi sebagai tempat tinggal Sultan beserta keluarga dan pengikutnya.
Jika luas Kaibon 4 hektar, maka luas Surosowan 3,5 hektar. Berlokasi di 14 km sebelah utara Kota Serang.
Surosowan dua kali dihancurkan masing-masing oleh Belanda pada 1680 dan di masa pemerintahan Daendels.
Surosowan dan Kaibon merupakan dua keraton tertua di Banten.
Sedangkan peninggalan sejarah lainnya adalah Mesjid Agung Banten dan Benteng Speelwijk.
Mesjid Agung Banten didirikan pada tahun 1556 oleh Sultan Maulana Hasanuddin dan merupakan salah satu mesjid tertua di Indonesia.
Keunikan mesjid ini adalah bentuknya yang seperti mercusuar dengan arsitektur bergaya campuran Belanda, Arab, dan Cina.
Sedangkan benteng Speelwijk yang didirikan pada tahun 1585 dan terletak dekat Mesjid Agung Banten dan bibir pantai dimaksudkan untuk melawan serangan rakyat Banten yang membenci kehadiran Belanda di sana.
Benteng itu diambil dari nama Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Cornelis Janszoon Speelman.
Benteng ini merupakan penanda berakhirnya Kesultanan Banten dan dimulainya era kolonisasi Belanda di tanah Jawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H