Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

pelangidipagihari.blogspot.com seindahcahayarembulan.blogspot.com sinarigelap.blogspot.com eaglebirds.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa Gunanya Koran?

26 Juli 2017   09:30 Diperbarui: 26 Juli 2017   17:58 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti bagian tubuh lainnya, otak pun terbagi menjadi dua sisi, otak kanan dan otak kiri. Otak kiri mengatur sisi tubuh bagian kanan, termasuk mata dan telinga, sebaliknya otak kanan mengatur sisi tubuh sebelah kiri. Bagaimana menyelelaraskannya?

Apa gunanya koran? Pasti Anda langsung menjawab, "Untuk dibaca!" Salah? Tentu saja tidak. Jawaban itu muncul pertama kali karena kita cenderung berpikir dengan otak kiri. Sedangkan jika menggunakan otak kanan, akan muncul berbagai jawaban kreatif, seperti "untuk dibuat kliping", "untuk membersihkan kaca", "untuk membungkus barang pecah belah", "untuk membuat topeng", bahkan "untuk memukul lalat".

Ya, otak kanan dan otak kiri memang berpikir dengan cara yang berbeda. Bahkan, Dr Dan Guinevere Eden, Direktur Center for Study of Learning di Georgetown University dalam tulisannya berjudul Left Brain-Right-Brain, mengatakan bahwa di dalam diri kita sebenarnya ada dua orang yang berbeda. Mengapa demikian?

Perbedaan fungsi setiap bagian otak

Penelitian Roger Sperry, pemenang Nobel tahun 1981, telah membuka jalan pemahaman fungsi kedua belahan otak. Penelitiannya yang dikenal dengan split brain experiment dilakukan terhadap seorang pasien penyandang epilepsi yang corpus collosumnya (serabut-serabut saraf penghubung kedua belahan otak) dihilangkan untuk tujuan penyembuhan penyakitnya.

Setelah pembedahan, pasien itu menjalani berbagai tes yang dilakukan terhadap masing-masing sisi bagian tubuhnya tanpa bagian lain diikutsertakan, untuk merespon stimulus dari luar. Karena penghubung antar kedua belahan otak telah hilang, ketika harus melakukan sesuatu dengan tingkat kerja otak yang lebih kompleks, tampak bahwa tiap sisi otak bekerja sendiri-sendiri. Ketika ditunjukkan sebuah pensil ke mata kanan, pasien itu bisa menyebutkan namanya, tetapi tidak bisa menjelaskan apa fungsinya. Sebaliknya ketika ditunjukkan pensil di mata kiri, pasien dapat menjelaskan fungsinya, tapi tidak bisa menyebutkan namanya.

Respons yang aneh ini terjadi karena masing-masing belahan otak memang memiliki fungsi berpikir yang berbeda. Demikian disampaikan oleh Prof Dr Sidiarto Kusumoputro SpS. Dalam kemampuan berbahasa, misalnya, otak sebelah kiri cenderung berpola bahasa linguistik (berhubungan dengan tata bahasa), sedangkan pola pikir otak kanan adalah bahasa pragmatis (berhubungan dengan intonasi, bahasa tubuh, kontak mata, dan sebagainya). Dalam berpikir, otak kiri cenderung logis analitis (berhubungan dengan teknologi, matematika, ilmu pengetahuan, efisiensi, dan sebagainya), sedangkan otak kanan cenderung bersifat holistik intuitif (berhubungan dengan seni, spiritual, kreasi, dan imajinasi).

Tidak hanya itu, menurut Sidiarto, belahan otak bagian depan dan belakang pun memiliki fungsi yang berbeda. Otak belakang mengolah pengertian, pemahaman, dan penerimaan stimulus dari luar, sedangkan otak bagian depan lebih berfungsi saat kita mengambil tindakan, menulis, berbicara, dan mengekspresikan diri.

Metode pembelajaran yang terlalu kiri

Tentu kita tidak ingin masing-masing belahan otak kita bekerja sendiri-sendiri. Seperti yang disampaikan oleh Sidiarto, bahwa kedua belahan otak harus digunakan secara seimbang. Disinilah fungsi penting corpus collosum, yang biasa disebut "jembatan emas", yang menguntungkan kedua belahan otak. Struktur inilah yang memungkinkan terjadinya pengolahan informasi secara utuh.

Sayangnya, metode pengajaran sekarang ini cenderung memberikan bobot lebih pada penggunaan otak kiri. Hal ini terjadi karena banyak orangtua dan juga pendidik yang salah memberikan arti pada kecerdasan. Seperti yang disampaikan oleh Rosliana Verauli, "Cerdas cenderung dihubungkan dengan IQ tinggi, dan cepat bisa membaca serta berhitung." Tuntutan untuk menjadi "cerdas" seperti inilah yang kemudian diinterpretasikan dalam metode-metode pembelajaran yang mengutamakan intelegensia, penciptaan teknologi, penghitungan matematis, keuangan, dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun