Tuti, Â seorang ibu memiliki anak usia 9 tahun dan sekarang duduk di kelas tiga SD. Kebiasaan si kecil sejak TK adalah membawa bekal ke sekolah. Karena sudah membawa bekal, Tuti tidak pernah memberinya uang saku. Hal ini memang Tuti biasakan agar ia tidak jajan, mengingat makanan jajanan kurang sehat dan tidak higienis. Cara ini Tuti lakukan agar setelah dewasa ia bisa berhemat, tidak main jajan saja. Uang yang didapat bisa ditabung untuk keperluan lain yang lebih penting.
Namun, akhir-akhir ini, bekal yang dibawanya, baik makanan maupun minuman, tidak tersentuh hingga pulang sekolah. Tuti tidak tahu sebabnya. Sudah Tuti jelaskan padanya agar bekal yang dibawanya dimakan, tetapi bekal itu tetap utuh sesampainya di rumah. Karena masalah ini, Tuti berpikir akan memberinya uang saku, tidak memberikan bekal lagi. Tetapi lagi-lagi, Tuti khawatir ia suka jajan. Kalau ternyata diberi uang saku, berapa kira-kira besar uang saku yang pantas diberikan, agar tidak kelebihan atau kekurangan?
Yudi Suharsono SPsi, seorang Psikolog anak menjawabnya.Â
Membawa bekal anak ke sekolah merupakan hal yang baik. Ini untuk menghindari anak jajan di sekolah, sebab makanan jajanan memang tidak terjamin kebersihannya. Lihat saja, banyak anak, utamanya anak SD, jajan di sekitar sekolah pada jam istirahat, lalu sakit perut ketika tiba di rumah. Ini terjadi karena makanan jajanan kurang terjaga kebersihannya.
Namun, terkadang anak sendiri tidak mau makanan bekal mereka. Beberapa kemungkinan, anak sudah bosan dengan bekal yang dibawa. Dapat pula anak malu dengan temannya, atau anak ingin mendapatkan kebebasan menentukan jenis makanan seperti teman-temannya di sekolah, yakni dengan cara jajan. Artinya, anak memprotes orangtua terhadap jenis penganan bekal yang dibawanya dan mengharapkan ada penggantian.Â
Penggantian ini dapat berupa perubahan menu jika memang bekal yang diberikan selama ini selalu itu-itu saja. Atau, mengganti bekal dengan uang saku. Bila menu sudah diganti-ganti, tetapi anak tidak mau makan bekal yang dibawa sebaiknya orangtua menggantinya dengan uang saku. Konsekuensinya, anak jajan di sekolah. Jika ini terjadi, orangtua harus selalu memberikan pengertian pada anak, kalau ia harus memilih makanan yang baik dan sehat.
Memberi uang jajan pada anak, di satu sisi kurang baik, sebab mengajarkan anak untuk jajan. Ini tidak hemat. Tetapi, di sisi lain, ada manfaatnya juga, yakni mengajarkan anak bertanggung jawab secara finansial. Pada dasarnya anak usia 7-8 tahun sudah bisa menunda keinginan yang tidak perlu dan menyisihkannya untuk ditabung. Itu bisa terjadi jika orangtua selalu memberikan nasihat.
Jadi, orangtua tidak perlu khawatir bila memberikan uang saku pada anak. Hanya perlu mempelajari besar uang saku yang pas buatnya. Untuk mengetahui hal itu, orangtua dapat memulainya dengan memberikan sejumlah uang tertentu. Perkirakan sendiri kira-kira cukup tidaknya. Kemudian, lakukan pengamatan beberapa minggu, apakah uang saku yang diberikan kurang atau kelebihan. Jika kelebihan, kurangi. Jika terasa kurang, ditambah.
Pada waktu itu ajak anak membicarakan uang saku yang dibawanya setiap hari. Berikan pengertian pada anak tentang manfaat menyisihkan sebagian uang saku untuk ditabung. Jika setiap kelebihan uang sakunya ditabung, suatu saat anak dapat membeli benda yang disukainya. Katakan pada anak, tabungannya nanti kelak bisa disumbangkan pada orang lain yang membutuhkan. Anak perlu ditumbuhkan jiwa sosial. Bila perlu, diberikan satu buku untuk mencatat perubahan uang saku yang telah digunakan dan yang tersisa. Kegiatan menabung juga mengajarkan anak tidak mendadak minta uang pada orangtua jika memerlukan sesuatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H