Miris sekali rasanya menyaksikan deretan buku di bagian ‘Pengembangan Diri’ di sebuah toko buku terkemuka di Jakarta. Mengapa? Menurut saya, justru bukan topik pengembangan diri yang dominan, namun yang paling banyak adalah buku-buku tentang kesuksesan instan, ataupun cara bagaimana menjadi kaya secara cepat, pasti dan permanen. Bukan rahasia lagi, justru buku-buku tentang cara instan untuk sukses atau kaya yang menjadi buku best-sellers, sedangkan buku yang benar-benar membahas pengembangan diri seperti The 3rd Alternative dari Stephen Covey malah jarang disentuh. Mungkin karena dianggap terlalu berat dan tidak instan.
Saya sempat mencatat beberapa judul bombastis seperti berikut, yang sudah sedikit saya edit, seperti: "Rahasia Mempercepat Kepastian Sukses", "Sukses Itu Wajib", "Rahasia Dahsyat Menggapai Kesuksesan Permanen", "Cara Baru Memberdayakan Diri Untuk Lebih Cepat Bahagia, Sukses dan Sejahtera", "Cara Gila Super Kaya", "Mau Sukses Baca Buku Ini", "Jalan Pintas Menjadi Kaya", "Wealth Acceleration (percepatan kekayaan)", "Hal Gratis Yang Menentukan Kesuksesan Anda", "Top Secrets Pembuka Pintu Rezeki", "Belajar Goblok Dari …", "Cara Cerdas Menjadi Kaya", "Rahasia Kaya Raya", "Ingin Sukses? Anda Harus Gila", "Rahasia Sukses Dari Orang Super Sukses", "Sifat-sifat Khusus yang Membuat Cepat Kaya".
Sebetulnya, para pengarang buku-buku seperti ini tidak bisa disalahkan. Yang justru harus dipertanyakan adalah minat baca para konsumen yang tertarik terhadap buku-buku kesuksesan instan seperti ini. Bukankah seharusnya sebelum tertarik untuk membeli dan membaca lebih jauh, calon pembaca harus bertanya dulu, apakah para pengarang itu sendiri merupakan sosok yang sukses atau dikenal luas sebagai orang kaya atau bahkan super kaya? Saya pribadi justru menemukan bahwa orang-orang yang benar-benar sukses dan kaya lebih suka menulis buku pembelajaran, ataupun biografi. Tengoklah buku biografi Chairul Tanjung, Dahlan Iskan, Jakob Oetama, Ciputra, TP. Rachmat, Steve Jobs semuanya adalah tentang perjalanan hidup yang penuh perjuangan, pembelajaran, syukur dan teladan. Tak ada satupun cerita tentang cara instan menjadi sukses dan kaya. Tak ada satupun juga tentang sukses secara permanen. Semuanya adalah tentang perjalanan yang masih terus ditempuh. Mereka juga tidak mengajarkan cara gila maupun goblok untuk mencapai posisi mereka sekarang ini. Semuanya ditempuh dengan cara wajar.
Ketika suatu sore, saya ngobrol sambil menikmati minuman jus bersama sahabat saya. Kami sedang membahas rencana penulisan buku kami. Obrolan kemudian berlanjut sampai satu topik, dimana saya tergelitik dengan satu buku yang menurut kami benar-benar aneh. Judul buku itu sangat unik, dan menurut saya tujuannya adalah demi alasan pemasaran semata. Judulnya mempertanyakan, bisnis kenapa harus mikir. Astaga! Tentu saja, berbisnis harus dipikirkan dengan matang, kecuali ini bisnis yang asal jalan dan tidak dimaksudkan untuk bertumbuh menjadi besar. Cukup, one time only atau kelas kaki lima. Saya ingat pernah berbincang dengan tukang bubur ayam langganan saya. Meskipun saat itu ia hanya memiliki satu gerobak bubur ayam yang mangkal di samping sebuah bank, ia memiliki rencana jangka panjang. Ia berpikir bagaimana ia bisa membuka usaha bubur yang kedua, ketiga dan seterusnya. Untuk itu, ia berusaha melatih dua orang anak buahnya dalam memasak bubur dan meraciknya, sehingga ketika keduanya sudah bisa menjalankannya sendiri, ia bisa membuka gerai keduanya. Ia tentu saja berpikir, karena ia memiliki jiwa entrepreneur. Itulah yang benar. Karena sekarang, setahu saya, tukang bubur ayam langganan saya itu sudah memiliki tiga gerai gerobak di tiga lokasi. Saya yakin, ia sudah menemukan formula pengembangan usahanya, sehingga ketika modal sudah terkumpul, ia tinggal meng-copy saja untuk lokasi gerai barunya. Semuanya adalah karena buah berpikir ketika berbisnis. Itu yang masih kelas kaki lima, jika mau berkembang. Pemikiran yang lebih dalam tentu harus dilakukan, apabila bisnis yang hendak dibangun berskala lebih besar.
Sekali lagi, sungguh sangat membahayakan bila kita menggampangkan segala sesuatunya, apalagi tentang pengembangan diri kita. Jika dalam mengembangkan bisnis, ada yang mengajarkan tentang tidak perlu mikir, maka dalam pengembangan diri, ada lagi yang mengajarkan membangun kesuksesan dan kekayaan dengan cara goblok, ataupun cara gila. Sebagai pembaca yang cerdas, saya yakin kita semua tidak akan tergoda untuk ikut-ikutan goblok ataupun gila untuk mengembangkan diri dalam mencapai kesuksesan dan kesejahteraan. Akan lebih berharga apabila kita belajar dari biografi mereka yang sudah terbukti dan teruji serta menjadi teladan. Karena, inti dari semuanya adalah sama, kerja keras, pembelajaran dan bersyukur. Tidak ada yang instan, tanpa mikir, goblok ataupun gila. Semuanya wajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H