Kesederhanaan, banyak yang mengartikannya sebagai tanda rendah hati, Tetapi ada juga yang mengatakan untuk menyembunyikan rasa rendah diri. Jika rendah hati, kita bisa mengatakan bahwa itu adalah bentuk pencapaian manusia untuk mengendalikan diri, tidak berlebihan menunjukkan kelebihannya, mampu untuk menunjukkan ketidakmampuannya. Sedangkan rendah diri, justru menunjukkan level paling rendah dari intelejensi manusia. Jika kita mengidap masalah ini, tidak akan mampu lagi mengenali jati diri kita dan akan meletakkan orang-orang di luar diri kita menjadi sesuatu yang asing dan jauh. Dalam situasi yang parah orang lain malah tampak menguasai kita. Kesederhanaan bukan seperti itu, tetapi lebih kepada perwujudan rendah hati.
Saat kita belajar di tingkat dasar, kita hampir-hampir tidak punya kemampuan awal untuk membaca, menulis dan berhitung. Tetapi dengan cara yang sederhana, guru SD kita menanamkan perlahan-lahan kemampuan yang menjadi dasar segala hal yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Saya sering takjub dengan orang yang menciptakan metoda untuk mengajar anak-anak SD menjadi bisa membaca, menulis dan berhitung dari nol. Dan lebih takjub lagi dengan para guru yang dengan segala kemampuannya menahan sabar untuk mengajari dan mendidik kita dari awal. Maka ketika melihat anak saya sendiri mulai bisa melafalkan abjad, lalu membaca kata sederhana, dan akhirnya kalimat dalam buku-buku, rasanya sangat luar biasa. Kalau kita mau mengamati, kita seakan melihat mukjizat setiap hari.
Sedangkan saat kita sekolah pada tingkat yang lebih tinggi, pada saat SMU ataupun kuliah, dimana diperlukan nalar yang lebih tinggi, maka kemampuan sang guru dalam menyederhanakan penjelasannya menjadi kunci bagi para murid untuk mengerti lebih dalam. Saya senang dengan beberapa guru yang bisa menjelaskan kalkulus demikian indahnya, atau saat mempelajari mathematic for engineer secara otodidak, buku Schaum’s Outline series seakan menjadi semacam guru yang duduk di sebelah saya, menjelaskan dengan penuh kesabaran. Dari sana saya melihat bahwa kemampuan untuk menyederhanakan hal-hal rumit tanpa kehilangan esensinya adalah puncak dari prestasi seorang guru. Maka akan menjadi lebih baik, jika kita juga mampu mengajari kembali apa yang sudah pernah kita pelajari, dengan cara sederhana juga.
Kesederhanaan akan menuntun kita untuk mau belajar, mencerna dengan tanpa beban, dan menghembuskannya dengan penuh kebijaksanaan. Kesederhanaan juga akan membuat kita mampu untuk melihat hal-hal kecil yang sering diabaikan oleh orang-orang yang cenderung lebih suka hal-hal rumit agar dianggap pintar. Pemikirannya sungguh terbalik: jika berbicara dengan kalimat yang tidak bisa dimengerti orang lain, maka berarti pemikiran kita mempunyai tingkatan yang lebih tinggi. Bayangkan saja kalau hal ini terjadi pada para guru TK atau SD kita.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan banyak menemukan pilihan hidup, hendak menjadi rumit atau sederhana. Seringkali kita merasa khawatir, jika kita memilih menjadi sederhana, apakah kita akan tampak bodoh di depan orang lain. Kita khawatir dengan menceritakan hal sederhana dengan cara sederhana akan tampak tak berpendidikan. Kita khawatir, jika menjalankan bisnis UKM yang sederhana, akan merugikan pendidikan sarjana yang sudah kita jalani bertahun-tahun. Kita bekerja bersama orang-orang sederhana akan kehilangan pengalaman dan kemampuan kita sebagai profesional. Apakah memang begitu?
Kenyataan menunjukkan justru banyak orang-orang yang setelah mencapai puncak tetap sederhana. Banyak bisnis besar yang berkembang dari ide sederhana. Bahkan banyak bisnis yang tetap bertahan pada visi yang sederhana meskipun dengan turnover yang sangat besar. Ada pula mantan profesional yang pernah menduduki jabatan tertinggi dalam suatu korporasi rela turun ke bawah untuk memulai bisnisnya sendiri, memulai dengan bekerja bersama orang-orang sederhana yang biasa melakukan pekerjaan ground work. Baginya tidak apa-apa, karena dia tahu, ini adalah awal dia mandiri dengan usahanya sendiri, dan tidak bergantung pada pekerjaannya lagi.
Ketika kita tiba pada suatu pilihan, ketika berhadapan dengan tembok saat mengarungi hidup sehari-hari, ketika kita mencari-cari penghasilan tambahan karena penghasilan tetap sudah tak memadai, pernahkah kita berhenti sejenak untuk menelaah ide-ide sederhana? Karena, jika kita tidak pernah berhenti dan hidup dalam ketergesa-gesaan, yang kita temukan adalah kerumitan. Perasaan ingin menjerit, ingin mencari terobosan dalam kebuntuan, tetapi seakan semuanya buntu. Kita terkunci dalam rutinitas sehari-hari dan tidak berdaya untuk lepas dari gaji bulanan yang nilai sejatinya semakin kecil. Saatnya mencoba jalan keluar sederhana.
Saya pernah mengalami kebuntuan seperti ini. Rasanya sama, seperti menabrak tembok. Semakin berkutat dengan kebuntuan, semakin rasanya tidak menemukan jalan keluar. Yang saya lakukan ketika itu adalah mencoba menghubungi beberapa teman lama, hanya untuk mengobrol dan menanyakan kabar mereka, bagaimana pekerjaan, bisnis apa mereka sekarang. Kadang-kadang bisa menemukan sesuatu, kadang-kadang juga tidak. Yang penting saya berhenti sejenak. Saya juga mencoba mengamati hal-hal sederhana dan kecil. Saya akhirnya menemukan sebuah ide bisnis rumahan yang bisa dimulai dengan modal terbatas dan marjin laba yang lumayan, saat sore hari berbincang dengan istri saya. Tanpa menunggu lagi, waktu itu kami langsung melaksanakannya dan perhitungan kami benar. Hasil yang kami peroleh lumayan, untuk menjadi penghasilan tambahan.
Kita tak perlu mencari solusi yang terlalu rumit ketika terbentur. Juga jangan berharap dengan mengikuti berbagai seminar menjadi kaya secara cepat akan menjadi solusi instan. Cobalah untuk singkirkan segala kerumitan itu dan coba lihat hal-hal kecil yang sederhana di sekitar kita. Sangat mungkin Anda akan menemukan sesuatu yang baru, yang selama ini luput dari perhatian Anda. Barangkali itu akan menjadi awal untuk memulai langkah baru yang akan memecahkan masalah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI