Beberapa hari terakhir ini masyarakat Indonesia dikagetkan dengan berita tragedi Kanjuruhan yang menelan ratusan korban jiwa. Berita yang sangat mengagetkan ini seolah menutup semua berita penting dunia, salah satunya adalah ledakan di jalur pipa gas utama dari Rusia ke Eropa yang terjadi sekitar seminggu sebelumnya.
Pada Hari Senin, 26 September 2022 terjadi ledakan pada pipa gas Nord Stream 1 dan Nord Stream 2 di Laut Baltik sehingga menyebabkan terjadinya kebocoran gas yang sangat besar. "Ada dua kebocoran di sisi Swedia, dan dua kebocoran di sisi Denmark," kata petugas Coast guard, dikutip AFP.
Proyek pipa Nord Stream 2 yang dibangun oleh perusahaan Gazprom Rusia melewati laut Baltik tujuannya adalah untuk memperpendek jalur pengiriman pipa gas dari Rusia ke Uni Eropa yang selama ini melewati Ukraina.
Kebocoran ini terjadi di tengah ketegangan Rusia dan negara Barat. Sebelum ini Rusia telah memutuskan untuk menghentikan pasokan gas ke sejumlah negara Eropa sebagai reaksi atas sanksi yang diberikan ke Rusia karena menginvasi Ukraina.
Masyarakat dunia, khususnya Eropa dan Amerika Serikat dibuat gempar atas kabar kebocoran pipa gas Nord Stream 1 dan Nord Stream 2 di Laut Baltik pada Senin lalu.
Negara-negara di wilayah Eropa telah dilanda krisis energi sejak serangan Rusia ke Ukraina pada Februari lalu karena sebagain besar pasokan gas mereka berasal dari Rusia.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina, Rusia mulai mengurangi pasokan gas ke negara-negara Eropa yang melalui pipa Nord Stream 1 sejak bulan Juni dan akhirnya pasokan benar-benar dihentikan pada Agustus.
Respon negara-negara Eropa dalam menghadapi penghentian pasokan gas dari Rusia berbeda-beda tapi pada dasarnya mereka akan mencari pasokan pengganti dari negara lain sesuai dengan situasi masing-masing.
Sebagai contoh, Italia mengonsumsi 29 miliar meter kubik (bcm) gas Rusia tahun lalu, setara dengan 40% dari total impor gas mereka. Secara bertahap menggantikan kekurangan pasokan dari Rusia dengan peningkatan impor dari negara Afrika utara.