Silent War atau perang strategi mungkin tidak nampak di permukaan, namun disadari ataupun tidak semua negara saat ini sedang melakukan perang strategi untuk memperebutkan dominasi ekonomi dan mengamankan kepentingan Nasional masing-masing. Demikian juga "perang" yang terjadi antara antara produk dalam negeri terhadap produk impor khususnya dari China, yang berlangsung "dahsyat" tanpa disadari atau diketahui orang banyak. Medan perang yang paling menentukan justru terjadi di industri hulu. Industri hulu atau industri dasar adalah industri yang mengolah bahan-bahan langsung dari alam untuk menghasilkan produk yang akan menjadi bahan utama industri selanjutnya. Industri dasar ini meliputi pabrik peleburan besi dan baja, pabrik kaca lembaran (float line), pabrik kimia dasar & petrokimia dan sebagainya. Industri dasar seperti ini mempunyai peran yang sangat penting dalam menopang kegiatan ekonomi dan industri lainnya dalam suatu negara. Negara-negara  industri yang besar seperti Amerika Serikat, Jepang, China dan negara-negara di Eropa telah membangun industri dasar yang kuat dan besar sehingga mampu memasok bahan dasar untuk industri yang lebih hilir. Oleh karena peran Industri hulu sangat vital dan strategis maka kelangsungan hidup industri hulu di dalam negeri harus dijaga dan dipertahankan agar tidak runtuh menghadapi serbuan produk dari luar.
Pada Industri hulu yang merupakan industri padat modal, biaya produksi (Cost Of Goods Manufacture) sangat dipengaruhi oleh biaya tetap (fixed cost) dan salah satunya yang terbesar adalah biaya depresiasi. Biaya depresiasi ini dipengaruhi oleh biaya investasi atau biaya modal awal untuk membangun pabrik baru atau membeli mesin baru, secara rata-rata China dapat menekan biaya investasi sampai dengan 50% lebih murah dibanding negara lain. Faktor lain yang mempengaruhi biaya tetap meskipun tidak besar adalah biaya tenaga kerja dan hal ini ditentukan oleh produktifitas tenaga kerja. Selain biaya tetap, biaya produksi pada Industri hulu juga dipengaruhi oleh harga gas alam, pada Industri peleburan material baik peleburan besi baja maupun kaca lembaran gas alam digunakan sebagai sumber energi dan pada Industri Petrokimia gas alam merupakan bahan baku utama. Ironisnya meskipun Indonesia mempunyai banyak sumber gas alam namun justru harga gas alam untuk industri di Indonesia lebih mahal dibanding negara tetangga Malaysia dan Singapura yang tidak punya sumber gas alam sendiri, fenomena ini akan kita bahas dalam kesempatan yang lain.
Berdasarkan analisa diatas, Industri hulu Nasional saat ini tampaknya sulit bersaing dengan produk impor dari China yang menawarkan harga lebih murah dan nilai tambah yang lebih tinggi. Pertama karena beban biaya modal atau depresiasi yang hampir dua kali lipat dibanding industri yang sama di China, kedua adalah harga Gas alam dalam negeri yang lebih mahal dibanding negara tetangga. Faktor lain seperti efisiensi dan produktivitas meskipun masih relatif rendah  bisa dimaksimalkan dengan leadership yang kuat dan ekosistim yang baik. Meskipun kondisi persaingan demikian berat namun kita dapat belajar dari keberhasilan Industri Kaca Lembaran Nasional dalam membendung serbuan kaca lembaran impor dari China dan mendominasi pasar kaca lembaran dalam negeri. Saat ini ada dua pemain besar di Industri kaca lembaran Nasional yaitu PT Asahimas Flat Glass Tbk. dan Mulia Glass Industry Tbk., keduanya merupakan pemimpin pasar kaca lembaran di Indonesia dengan pangsa pasar gabungan sebesar 70-75% sedangkan 25-30% lainnya dipenuhi dari impor, dan sebagian besar impor dari China.
Industri kaca lembaran di China mulai berkembang sejak tahun 2010-an dan dalam waktu sepuluh tahun kemudian sekitar tahun 2011 jumlah pabrik kaca lembaran di China mencapai sekitar 230-an tungku, atau lebih dari 50% dari total pabrik kaca diseluruh dunia yang berjumlah sekitar 445 tungku (float line). Secara total China juga mengkonsumsi 50% dari total produksi dunia dan kelebihan produksinya di ekspor ke negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Strategi ekspor kaca lembaran China awalnya dengan mengekspor langsung dari pabrik di China, antara tahun 2011 -- 2016, namun sejak tahun 2017 China mulai membangun pabrik di Malaysia yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan pasar ASEAN termasuk Indonesia, mereka memanfaatkan pemberlakuan zero-tariff antar negara ASEAN sesuai pakta perdagangan bebas ASEAN (AFTA) yang berlaku sejak tahun 2015. Dengan demikian sejak tahun 2017, dengan mulai berproduksinya pabrik kaca lembaran China yang berada di Malaysia maka persaingan antara kaca impor dan produk dalam negeri semakin ketat karena produk impor semakin murah harganya akibat kebijakan non-tariff antar negara ASEAN.
Menghadapi serangan produk kaca lembaran yang  bertubi-tubi tersebut tidak ada jalan lain bagi Industri kaca lembaran Nasional selain melawan dengan segala cara baik secara internal maupun eksternal. Secara internal strategi yang digunakan adalah dengan melakukan "Inovasi Nilai" yaitu fokus pada produk yang mempunyai nilai tambah atau keunggulan yang belum dimiliki pesaing sementara pada saat yang sama melakukan pengurangan biaya melalui inisiatif "cost reduction" ditiap unit terkecil proses bisnis. Fokus pada produk yang mempunyai nilai tambah dilakukan dengan mereposisi komposisi portofolio perusahaan dengan fokus pada produk kaca yang mempunyai keunggulan lokal atau teknologi tinggi. Salah satu contohnya adalah kaca Dark-Grey atau masyarakat umum menyebutnya kaca "ray-ban", sejenis kaca warna yang dapat diproduksi lokal dengan harga murah namun sampai saat ini belum diproduksi pabrikan China karena mereka masih fokus pada kaca polos yang umum atau commodity glass. Contoh produk dengan teknologi tinggi yaitu kaca anti UV, kaca hemat energi dan lainnya namun saat ini pasarnya masih sangat kecil sehingga ini akan menjadi portofolio yang menguntungkan di masa depan. Faktor lain yang dapat menghambat masuknya kaca impor adalah strategi marketing dengan menjual produk dengan kualitas sedikit dibawah standar namun dengan jaminan brand yang sama sehingga secara harga dapat ditekan namun jaminan brand membuat konsumen merasa aman dan puas memakainya.
Secara eksternal perusahaan melalui Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), terus melobi pemerintah untuk menurunkan harga jual gas alam industri dan memberlakukan tarif khusus atau regulasi yang lebih ketat terhadap masuknya kaca impor. Desakan untuk menurunkan harga jual gas alam industri akhirnya direspon oleh pemerintah, dan Pak Jokowi sendiri yang telah meminta penurunan harga gas alam dalam negeri sejak tahun lalu dan hasilnya mulai dirasakan tahun ini.
Dari berbagai usaha diatas sampai saat ini Industri kaca lembaran Nasional masih menjadi "Raja di negeri sendiri", namun demikian pesaing, khususnya pabrik kaca lembaran China juga sudah mulai membaca strategi Industri Kaca Nasional dengan Langkah mereka untuk mulai masuk ke produksi kaca Dark-Grey yang selama ini menjadi keunggulan produsen dalam negeri. Dan perang strategi masih akan terus berlangsung baik dalam perspektif bisnis maupun kepentingan Nasional.
Referensi
Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman [AKLP] (2019), Retrieved from https://www.wartaekonomi.co.id/read256411/kemenperin-dorong-industri-kaca-tambah-kapasitas-terpasang.html
Asahimas Flat Glass, Tbk. (2015--2018), Annual Report of 2015 -- 2018, retrieved from http://www.amfg.co.id/en/investor/investor-information/annual-report
Mulia Industrindo, Tbk. (2015--2018), Annual Report of 2015 -- 2018, retrieved from https://muliaindustrindo.com/id/info-investor/index