Begitu banyak kalimat bernada negatif ditujukan pada kartu plastik yang satu ini, dari mereka yang kebingungan karena terlilit hutang yang bertumpuk setinggi gunung sampai sumpah serapah pemegang kartu kredit yang ketenangan rumah tangganya mulai terganggu karena telepon dirumah berteriak tak kenal waktu mulai dari pagi sampai tengah malam yang datangnya dari bagian penagihan bank penerbit kartu kredit yang jika diabaikan akan muncul teror yang tak kalah seramnya yaitu didatangi debt collector yang nagih utangnya begitu sopan karena sambil gedor pagar rumah sekencangnya sambil berteriak memanggil siempunya rumah agar menemuinya. Teknik inilah biasanya yang sering dilakukan para debt collector agar pemegang kartu merasa malu dengan lingkungan sekitar terutama tetangga dekat dikanan kiri rumah dan berharap hutang kartu kreditnya segera dibayar. Bahkan beberapa tahun yang lalu kejadian tragis menimpa seorang sekjen sebuah partai yang harus meregang nyawa secara sia-sia diakibatkan ulah debt collector bank penerbit kartu kredit yang berskala internasional. Kejadian seperti diatas tentunya akan selalu terjadi karena kurangnya pemahaman card holder mengenai kartu yang dimilikinya, juga karena bank penerbit berlomba-lomba untuk menjaring nasabah sebanyak-banyaknya tanpa adanya edukasi dari bank penerbit kartu tentang pengertian bagaimana menggunakan kartu kredit secara bijak sehingga ketika seseorang mendapatkan kartu kredit mereka melupakan satu hal penting bahwa kartu kredit bukan kartu utang, intinya jangan gesek kartu kalau tidak mempunyai simpanan uang untuk membayarnya. Yang sering terjadi adalah kartu kredit dipergunakan untuk memenuhi sifat konsumerisme seseorang, mentang-mentang punya kartu kredit, lihat barang bagus biarpun belum tentu dibutuhkan main gesek saja begitu akhir bulan bingung bagaimana membayarnya karena banyak orang yang memiliki kartu kredit lebih dari satu , jika card holder adalah seorang karyawan semisal gaji perbulannya sebesar 3 juta, memiliki 5 buah kartu kredit yang masing-masing limitnya katakanlah 8 juta, bisakah gajinya menutupi gaya hidupnya? akhirnya yang terjadi untuk membayar hutang mau tak mau card holder melakukan teknik gali lobang tutup lobang dan membuat utangnya bukan makin sedikit tetapi makin menggunung akibat sistem bunga berbunga pada kartu kredit. Kejadian akan berbanding terbalik dari kasus diatas apabila card holder bijak dalam memanage penggunaan kartu kreditnya dan menggunakan untuk sesuatu yang bermanfaat, bahkan bagi yang pintar mengelolanya kartu kredit dapat dijadikan sebagai modal untuk memulai sebuah bisnis karena sifatnya yang flexible, bagaimana tidak?! sebagai pelaku wirausaha penulis menggunakan secara maksimal limit kartu kredit untuk belanja barang kebutuhan usaha karena dengan menggunakan kartu kredit seperti seolah olah kita belanja dari distributor besar dengan jangka waktu pembayaran mundur hingga 40 hari sehingga usaha dapat berputar, begitu tagihan datang bayar lunas semua hutang kartu kredit, dan kartu kredit terus dapat dipergunakan. Dengan metode seperti ini limit kartu kredit dapat terus bertambah besar secara otomatis, biasanya setiap 3 bulan sekali karena sudah mendapatkan kepercayaan dari pihak bank penerbit kartu kredit. Jadi bagi saya pribadi Kartu Kredit bukanlah Kartu Setan tapi lebih tepat disebut sebagai Kartu Sakti. Semoga bermanfaat, Rudy Sebastian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H