Â
Negara kita msh mencari-cari model yang seperti: Konsep Tol Laut, SSS dan lain2nya.
Aneka model gagasan logistik kepelabuhan dan logistik perkeretaapian dan logistik via darat (truk) perlu sekali ya di eXercise dan dituangkan dalam Repelita.
Menyimak kembali terminologi Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) maka saya teringat zamannya almarhum ayah saya (Prof Sangian MM, MPA); bekerja sebagai Staf Ahli Ekonomi Kemenristek yang pada waktu itu adalah Prof. Dr Soemitro Djojohadikoesoemo; dan seterusnya loyal kepada beliau selama 15 tahun (3 x Repelita).
Pada zaman itu, Presiden sebagai mandataris MPR mem-pidato-kan laporan pertanggungjawaban Presiden terhadap Repelita perwujudan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) di depan Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Saya ambil salah satu contoh yang nyata adalah Proyek Transmigrasi dirancang sebagai proyek generasi; perwujudan secara langsung & tidak langsung haluan negara ke depan.
Pak Soemitro sering bilang ke ayah gini: bedanya seorang Politikus dan Negarawan adalah Politikus berpikir pemilu sedangkan Negarawan berpikir penerasi.
Mari kita analisa kondisi pemerintah kita sekarang, silahkan menjawab sendiri.
Kita tidak pernah melihat sebuah acara televisi; sekalipun Presiden berkuasa; terlihat diktator; tak terjamahkan; tapi ia berdiri, berpidato karena ia adalah mandataris MPR sesuai dengan hukum ketatanegaraan kita. Saya nonton acara televisi itu nemenin ayah saya sampe ngantuk-ngantuk karena gak ngerti soalnya. Tapi itu jadi bagian sejarah saya dan senantiasa bertanya: koq sekarang negara kita ini kayak kapal laut berjalan tanpa haluan entah mau kemana.
Â
Menurut hemat pandangan saya, kita sudah kehilangan konsep negarawan; tidak ada acara TV untuk melihat Presiden sebagai Mandataris MPR sebagaimana kita sudah belajar sejak zaman sekolah dulu. (kalau tidak salah mata pelajaran: PMP).
Pansus Pelindo II udah seperti Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang dipimpin oleh orang yang mahir bersinetron.
Saat ini, semua pihak berucap seakan-akan negarawan; nasionalisme; berpikir generasi tetapi ketika kita coba pegang dada kita, memejamkan mata sejenak; merasakan denyutan ucapannya maka seketika itu kita segera tahu secara nurani; ini perilaku politis-nya lebih kental daripada profil negarawan-nya.
Memang betul, bahwa sudah ada amandemen UUD 1945 dan konstelasi Presiden sebagai Mandataris MPR sudah berubah. Ungkapan di atas hanyalah sebuah cerita perjalanan sejarah Indonesia sewaktu mewujudkan program-program kerja jangka panjang yang memerlukan waktu/ generasi serta aneka ragam kepemimpinan yang ber-profil politikus atau negarawan.
Kitapun belum dapat menyimpulkan dengan jelas apakah ini fenomena sebuah negara yang sedang mencari bentuk demokrasi atau memang sudah baku dan cocok untuk ke-bhinekatunggalika-an negara Indonesia.
Khan ini semua boleh dong menjadi renungan dan pertanyaan serta diskusi bahwasannya bagaimana sich seharusnya ini semua.
Renungan dari pengalaman saya untuk reformasi pelabuhan sebagai embryo NSW di Batam, http://www.resandi.com/index.php?appid=research&sub=grid menyimpulkan bahwa Program Tol Laut itu harusnya dituangkan dalam Repelita mirip dengan Program Transmigrasi, sehingga siapapun yang jadi Presiden pada Pemilu mendatang akan selalu menjadi GBHN.