Geo-ekonomi menurut  Edward Luttwak,  adalah kajian aspek ruang, waktu, dan politik dalam ekonomi dan sumber daya. Dan ekonom Azerbaijan, Vusal Gasimli, mendefinisikan geo-ekonomi sebagai kajian interrelasi ekonomi, geografi, dan politik dalam "kerucut tak hingga" yang naik dari pusat bumi sampai luar angkasa (termasuk analisis ekonomi sumber daya planet).
Dalam hubungannya dengan pelabuhan maka ketidaktahuan pengelolaan secara geografis pelabuhan laut Indonesia menjadi kekayaan maritim agar dapat dimanfaatkan untuk perbaikan ekonomi pada saat pandemi covid-19 saat ini; dapat dianalisa berdasarkan rasio keterbatasan petugas pelabuhan yang dijelaskan pada paragraf di bawah ini.
Rasio keterbatasan petugas tersebut dapat memberi indikator bahwasannya Indonesia belum mengerti bagaimana mengelola kekayaan maritimnya berdasarkan letak geografis ribuan pelabuhannya yang secara strategis yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan geo-ekonomi.
Ilustrasi di bawah ini menggambarkan Indonesia memiliki pelabuhan laut sebanyak 1.961 pelabuhan dan analisa rasio penempatan petugas adalah sebagai berikut.
Berdasarkan gambar di atas maka jumlah perwakilan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemenhub yang tersebar mulai dari Wilayah Barat sampai ke Wilayah Timur Indonesia itu hanya 287 lokasi saja. Sementara pelabuhan yang perlu diawasi ada sebanyak 1.961 pelabuhan. Dengan demikian rasio pengawasan hanya sebesar 14,6% saja dari jumlah keseluruhan pelabuhan laut yang harus diawasi. Sisanya 85,4% adalah pelabuhan yang tidak dapat diawasi karena ketidakadanya petugas.
Oleh karena itu, di lintas sektoral instansi pemerintah ada istilah Check Point, yaitu: kapal beserta penumpang dan muatannya akan diperiksa pada pelabuhan terdekat yang memiliki perwakilan; sehubungan dengan keterbatasan petugas pada 85,4% dimaksud di atas.
Jika melihat rasio perbandingan di atas maka setidaknya UPT Kemenhub harusnya dapat mengawasi sekitar 50% dari keseluruhan lokasi pelabuhan yang ada. Jika hanya 14,6% saja maka hal ini dapat dikatakan terlalu beresiko dalam pengawasan keluar masuk orang yang menggunakan moda angkutan kapal laut, sehingga beresiko tinggi masuknya covid-19 dari pintu pelabuhan.
Dengan kata lain juga, ketidakadanya perhatian sehingga terjadi kekurangan petugas; itu juga memberi gambaran bahwasannya Indonesia kurang dapat memahami bahwasannya ia memiliki kekayaan ribuan pelabuhan yang lokasinya dapat digunakan untuk tujuan negoisasi geo-politik di bidang pertahanan dan keamanan dalam menyelesaikan wabah covid-19 dan sekaligus untuk tujuan perbaikan ekonomi akibat dari covid-19.Â
Kapal-kapal Internasional yang melewati Selat Malaka, Terusan Suez, dan Kanal Panama itu tidak gratis. Mereka harus membayar berbagai biaya yang berkenaan dengan layanan keselamatan pemanduan kapal dan sebagainya.
Sementara, secara geografis, Indonesia membelah bola dunia secara katulistiwa memisahkan bagian utara dan selatan dan kapal-kapal International lalu lalang melewati wilayah Indonesia tanpa berbayar. Dari sisi keamanan laut, hal itu beresiko tinggi terhadap kecelakaan tabrakan kapal dan sebagainya yang dikarenakan Indonesia memiliki kapal berbendera Indonesia sebanyak 19.201 kapal yang juga lalu lalang di Wilayah Perairan Indonesia.
(Rudy Sangian)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H