Setelah HMI, UI dan UGM, Bagaimana TNI???
(Catatan Kritis atas Tudingan Ketua DPR-RI)
Marzuki Ali mungkin ingin memberikan shock therapy bagi bangsa Indonesia dengan pernyataannya yang menghebohkan sejak ia di daulat menjadi Ketua DPR-RI periode 2009-2014. Sejak menjadi ketua DPR, praktis MA (Marzuki Ali) tak pernah lepas dari kontroversi akibat kerasnya pernyataan-pernyataan yang terkadang dibumbui dengan hal-hal yang berada di luar nalar rakyat Indonesia. Berikut ini beberapa pernyataan MA yang kontroversial sepanjang ia menjadi pejabat di Republik ini;
Pertama, 27 Oktober 2010, setelah nelayan di Mentawai, Sumatera Barat, terkena tsunami. "Ada pepatah, kalau takut ombak, jangan tinggal di pantai." Kedua, 17 Februari 2011, Anggota DPR melakukan kunjungan kerja ke luar negeri membawa serta istrinya. Marzuki menanggapi, "Laki-laki sifatnya macam-macam. Ya, perlu diurus untuk minum obat, (atau) pengin hubungan dengan istrinya rutin. Itu terserah. Sepanjang tidak menggunakan uang negara." Ketiga, 26 Februari 2011, Marzuki mengomentari sejumlah kasus yang menimpa tenaga kerja wanita di luar negeri. "PRT TKW itu membuat citra buruk, sebaiknya tidak kita kirim karena memalukan."
Keempat, 9 Mei 2011, Marzuki menanggapi rencana pembangunan gedung baru di kompleks MPR/DPR yang menuai kritik. "DPR ini bukan ngurusin gedung, tapi rakyat. Kalau saudara-saudara tanya soal gedung terus, DPR tak ada lagi, ngurusin gedung saja."
kelima, 13 April 2011, hama ulat bulu menyerang Pulau Jawa. "Saya dengar, (serangan hama) ulat bulu sampai ke Jakarta. Itu peringatan Tuhan."
Keenam, 29 Juli 2011, Kasus korupsi di Indonesia terus terungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Terungkap pula kasus politikus Partai Demokrat M. Nazaruddin. "Jadi, kita maafkan semuanya. Capek kita ngurusin masa lalu terus." "Kalau tudingan Nazaruddin terbukti, sebaiknya KPK bedol desa atau lembaganya dibubarkan saja."
Ketujuh, 21 Desember 2011, Fitra mengkritik besarnya anggaran DPR yang mencapai Rp 69 miliar untuk renovasi gedung. "Kalau tidak mau keluar biaya, kita tidur saja, gampang."
kedelapan, Saat kasus Nazaruddin menyeruak, Marzuki membuat usulan mengejutkan yakni memaafkan koruptor. "Jadi kita maafkan semuanya, kita minta semua dana yang ada di luar negeri untuk masuk. Tapi kita kenakan pajak."
Kesembilan, Sidang Paripurna DPR pembahasan APBN-P terus dihujani interupsi. PDI Perjuangan menolak usulan kenaikan harga bahan bakar minyak. Waktu kian sempit dan sejumlah politikus PDI-P termasuk Puan Maharani berada dekat dengan tempat duduk pimpinan DPR. PDI Perjuangan walk out setelah mendengar ucapan tersebut. "Anda tak diizinkan ke sini, silakan Anda duduk atau saya akan minta Anda keluar dari ruangan. Anda berusaha membeli waktu."
Terakhir dan yang kini sedang hangat di bincangkan ialah pernyataan MA soal "Koruptor adalah orang-orang pintar. Mereka bisa dari anggota ICMI, anggota HMI, lulusan UI, UGM, dan lainnya." Marzuki menyampaikannya dalam acara "Masa Depan Pendidikan Tinggi di Indonesia" di Universitas Indonesia, Depok, Senin, 7 Mei 2012.
Kesepuluh peryataan ini tentu saja bisa diperdebatkan sebagai sebuah peringatan atau dianggap sebagai pernyataan serampangan yang dikeluarkan oleh elit negara. Namun, sebagai mahluk politik, pernyataan apapun yang keluar dari mulut politikus tentu saja berbau politis karena ditujukan untuk kepentingan politis.
Melihat pernyataan MA yang kontroversi terutama terkait dengan tudingannya bahwa koruptor itu orang pintar yang terdiri dari Alumni HMI, UI dan UGM tentu saja masyarakat menyayangkan karena tuduhan itu berimplikasi kepada mental dan persepsi publik pada dunia pendidikan Indonesia secara keseluruhan. Karena itu, pernyataan MA berdampak pada turunnya kualitas dan keyakinan publik bahwa dunia kampus dan aktivis mahasiswa-lah yang kemudian dapat bersama-sama memberi perubahan bagi bangsa.
Padahal, unsur kepemimpinan suatu negara tidak saja berasal dari kalangan akademisi, tapi juga unsur militer (TNI dan Polisi). Bagaimana dengan institusi yang satu ini??
Tidak adil saja jika tudingan semua koruptor itu berasal dari dunia akademisi. Ingat kasus BLBI dan TNI di masa Orde Baru seperti apa. Itulah yang seharusnya disadari MA. Bahwa, koruptor tidak saja dari alumni organisasi mahasiswa dan kampus tapi juga bisa berasal dari oknum TNI. Realitas tersebut jangan juga dilupakan.
Bagaimana dizaman orde lama dan orde baru militer mengambil alih tampuk kekuasaan dan kemudian membagi kue ekonomi diseputaran kelompok mereka saja. Indonesia juga memiliki sejarah panjang bersama unsur keamanan negara ini. Mengapa MA melupakan institusi negara yang satu ini?
Dari sinilah kita bisa memperluas sekaligus mengidentifikasi pernyataan MA bahwa koruptor itu tidak saja berasal dari golongan akademisi, tapi banyak juga dari profesi lainnya dan lembaga militer di Indonesia. Pertanyaannya, mengapa MA tidak menyebut militer sebagai salah satu lembaga yang kemudian memproduksi koruptor sebagaimana yang terjadi dalam sejarah perjalanan bangsa ini???
Diolah dari berbagai sumber
Ketua Umum Badko HMI Jabotebeka-Banten
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H