Tahap ini lebih menekankan pada aspek subyektif atau dunia kebatinan manusia. Contohnya, ketika orang merasa lapar maka ia segera membayangkan makanan. Namun, bayangan ini sifatnya tidak nyata. Maka masuklah ke tahap selanjutnya.
Ego, pada tahap ini Freud mengatakan jika kebutuhan akan rasa lapar itu membuat manusia memiliki keinginan (insting) untuk meredakan ketegangan di dalam dirinya melalui makanan.
Pada tahap ini, ego mampu membedakan antara keinginan dari dalam diri dengan dunia realitasnya.
Melalui tahap ini juga, seseorang yang lapar lalu merencanakan untuk makan apa, dengan apa dan kapan untuk makan. Singkatnya, tahap ini kata Freud, adalah tahap dimana seorang manusia mulai berfikir secara realistis.
Super Ego, pada tahap ini, prilaku kepribadiaan seseorang dipengaruhi oleh nilai-nilai moral dan aturan.
Aspek ini merupakan kesempurnaan dari kesenangan, kata Freud.
Fungsi pokoknya ialah menentukan apakah sesuatu itu benar atau salah. Pantas atau tidak.
Singkatnya, seorang pribadi bertindak sesuai dengan moral yang ada dan diyakini masyarakat.
Dalam konteks Atut-Airin, apakah tindakan korupsi itu benar atau salah, tergantung dari persepsi kedua orang tersebut. Bisa jadi menurut Atut tindakannya benar, bisa juga salah. Singkatnya, aspek moralitas ini memiliki konotasi yang menggantung dari pemahaman si individu atas tindakan yang dikerjakan olehnya.
Dari babakan kepribadiaan itulah, pembacaan terhadap Atut-Airin mesti ditelaah. Sebab, fungsi penelaahan sendiri memang kadang terkait dengan unsur subyektif di dalamnya.
Namun, terlepas dari itu semua-- secara sederhana, alur dari latar dugaan korupsi Atut-Airin dapat digambarkan sebagai berikut:
Pertama, motivasi Atut melakukan tindakan korupsi, terutama ketika tahun 2012 saat dirinya maju sebagai incumbent adalah semata-mata untuk mempertahankan kekuasaanya.