Mohon tunggu...
Rudyanto Rijadi
Rudyanto Rijadi Mohon Tunggu... profesional -

Pengrajin Arsitektur dan Interior, domisili di Sawangan Depok dan Denpasar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Uang Lebih Hijau daripada "Mobil Hijau" ( membicarakan tentang LCGC )

11 Juni 2013   10:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:13 1235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepertinya negeri ini tidak akan pernah kekurangan motivator . Bentuk nya beragam, dari yang berjubah, hingga pakai jas necis. Kali ini motivator datang dalam bentuk Perundangan yakni  adalah Peraturan Pemerintah no 41 tahun 2013  tentang " BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH BERUPA KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH" Kenapa disebut motivator, karena PP ini memberikan motivasi  bagi produsen mobil yang bisa menciptakan "...motor bakar cetus api dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1.200 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu" atau populer dengan istilah Low Cost Green Car (LCGC), akan  diberikan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 0% ( nol persen ) dari Harga Jual. Low Cost adalah dibuat dengan biaya rendah, bisa ditempuh dengan memperbanyak muatan komponen lokal, dan Green Car mengacu ke konsumsi BBM nya. Ingat, masih pakai BBM. Saya tidak memahami pemerintah, untuk memotivasi rakyatnya untuk lebih "hijau" dan memaksa produsen mobil agar "hijau" juga , mengapa mengeluarkan peraturan insentif seperti ini. Menurut saya : 1.  Pada umumnya sebuah mobil itu tidak pernah akan "hijau" di Indonesia. Mobil hybrid pun memerlukan tenaga bensin pada saat mengumpulkan tenaga untuk mengisi pembangkit listriknya. Mobil listrik memerlukan pengisian listrik di rumah, yang didapatkan dari Pembangkit Listrik yang beragam asal usul energinya, mulai dari BBM (Solar), Panas Bumi, Batu Bara, atau Air. Sumber apa yang paling banyak di Indonesia yang dipakai sebagai sumber energi sekarang ? masih energi fosil jawabannya.  Secara telak, mobil BBG  ( CNG/LGV) jauh lebih konsekuen kehijauannya daripada mobil yang konsumsi BBM nya lebih dari 20 km per liter. Sangat tidak masuk akal  mobil BBG masih kena pajak 50% hingga 75% dalam PP ini. 2. PP ini semakin mengubur industri otomotif nasional. Peraturan " ...dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1.200 cc" memberi peluang  produsen besar masuk ke kancah cc kecil, membiarkan otomotif nasional yang masih belum punya apa-apa langsung bertarung dengan merk raksasa yang sudah lengkap divisi riset dan pemasarannya. Memang sejak dulu tidak akan pernah ada niat Pemerintah. Negara ini sudah cukup  puas dengan membuat, merakit, menjual semua barang otomotif merk Jepang. Produk memang buatan dalam negeri, tapi tidak ada jiwa kemerdekaan disana. 3. Energi tak bisa bohong, namun produsen sangat bisa . Ketika dia harus mengurangi konsumsi energi, maka beban juga harus berkurang. Jika harga murah, maka tidak akan memberikan ruang bagi pengembangan type material yang ringan namun kuat. Ya, benar, mobil ini nantinya akan kecil volumenya, materialnya biasa saja dan ringan. Anda sudah bisa menyimpulkan sendiri tentang aspek keselamatannya. Itulah mengapa produsen mobil Eropa yang lebih masuk akal dalam memandang sebuah mobil, mereka tidak akan ikut kejar LCGC, mereka lebih fokus ke Low Carbon Emission. Jika yang dipermasalahkan adalah emisi CO2 di udara, maka riset nya adalah mengurangi CO2, bukan mengurangi semuanya. Jika sebuah PP lahir dengan dengan tidak masuk akal, maka setidaknya kecurigaan yang tersanding menjadi sangat masuk akal. Saya curiga PP ini didorong oleh produsen mobil yang semakin ingin me-monopoli, semakin memperluas lingkup daya beli masyarakat, mulai dari dibawah 100 juta pun juga direbut. Lihat saja, sebelum PP ini ditandatangani, sudah ada 2 produsen yang merilis produknya, dan menerima inden pesanan.  Alasan Green Car sangat mengada-ada. Jika kita kecilkan volume Dai*ats* X*ni* 1.000cc menjadi 2 baris  dan cara mengemudi yang santun,  akan sangat mudah mencapai 20 km per liter. Lihat saja desain mobil LCGC.  Bagaimana bisa berani kebut-kebutan lha wong mobilnya kecil dan tipis bermodal seatbelt, sekalinya insiden bisa fatal hasilnya. Hasilnya bisa diperkirakan, emisi karbon tetap tinggi karena semakin banyak orang pakai mobil, jalanan tambah padat, ekonomi sektor non-riil semakin gemuk dari leasing, konsumen leasingnya bayar bunga, naik mobil kecil yang ringan, muat nya sedikit, jadi taksi pun susah, otomotif nasional mati, program CNG/LGV lewat begitu saja, pajak kendaraan bermotornya murah karena cc nya kecil dan ringan, dan pemerintah tidak dapat pemasukan PPN BM  dari penjualan mobil LCGC ini. Lalu siapakah yang untung dari PP no 41 tahun 2013 ini? Kalaupun untuk memotivasi rakyatnya untuk lebih "hijau", ada lebih banyak cara yang lebih masuk akal daripada meng-kamuflase  motif ekonomi dari sebuah mobil yang tidak bakalan menjadi "hijau". Percayalah,  hanya uang lah yang "hijau". Tak berbeda dengan  motivator, menjual motivasi. Akhirnya mobil hijau tadi hanya menambah pekerjaan pegawai  kebersihan pada gambar diatas Selamat Siang Kompasianers sumber foto : http://qz.com/92247/indonesias-push-for-low-cost-green-cars-has-automakers-salivating/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun