Mohon tunggu...
Rudyanto Rijadi
Rudyanto Rijadi Mohon Tunggu... profesional -

Pengrajin Arsitektur dan Interior, domisili di Sawangan Depok dan Denpasar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menuju PRJ Monas 2014, Kapitalisme harus Dilawan Kapitalisme

7 Juni 2013   10:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:24 2255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Coba saja bikin pameran UKM sendiri you bisa lihat deh siapa yang mau datang kalau isinya hanya sorry to say kerak telor gitu tok, kaya Inacraft itu cuma lima hari itu saja cuman ibu-ibu yang datang. Karena itu sudah saya bilang ini adalah pameran yang bagus,"

http://news.detik.com/read/2013/06/07/015713/2266660/10/pengelola-prj-mindahin-prj-itu-tidak-gampang

Menarik sekali pernyataan  Ralph Scheneumann ( RS) sebagai Marketing Director Pekan Raya Jakarta (PRJ) dalam menanggapi rencana Pemprov DKI memindahkan PRJ ke Monas . Ini bukan gertakan, kapasitas RS tentunya berbobot karena ribuan event dalam dan luar negeri  pasti pernah dia pelajari.

Statement RS jika di globalkan dan (sedikit banyak) didramatisir adalah tantangan kapitalisme terhadap kerakyatan, dan negara kini hadir untuk mengimbangi kapitalisme.  Jika saya ingin berandai-andai, inilah saatnya hadir terminologi baru (menurut penulis ) yakni konsep Kapitalisme Terpimpin,  adalah Turut Sertanya Negara Secara Ekonomis  dalam upaya Komersialisasi  Usaha Milik Rakyat, dipelopori oleh Pemprov DKI. Kapitalisme nya untuk melawan Kapitalisme.

“Turut Sertanya Negara” dalam hal ini Negara harus berada diposisi rakyat secara cerdas dan bervisi bisnis. Bukan hanya memberi dukungan APBD dan “job done!”, namun  Pemprov kini dengan hubungan domestic dan internasional nya harus mendatangkan potential buyer local dan mancanegara. Mulai memasarkan event ini secara massif mulai setahun kedepan, dengan diferensiasi yang mutlak, bukan sekedar pameran, sebaiknya ada isu kebangkitan yang digelar disana. Jangan lupa, negara bisa 'hire' konsultan pemasaran berkualitas yang berjiwa kerakyatan untuk berbakti pada Merah Putih, seperti Bapak Rheinald Kasali.

“ Secara Ekonomis” adalah bahwa APBD yang dikeluarkan bagi PRJ merupakan investasi  jangka panjang, dan harus terukur Return of Investment nya. Jika disebutkan, maka nilai kuantitatif RoI Pemprov DKI, adalah berkembangnya UKM, maka PAD bisa digenjot. Proyeksi pengunjung Jakarta untuk bertransaksi dengan UKM pasca PRJ justru lebih difokuskan daripada pendapatan langsung dari iklan dan traffic di PRJ. Semua harus dengan target terukur, bukan premis. Libatkan seluruh penghuni pasar tradisional hingga modern dalam upaya menggelorakan transaksi pasca PRJ

“Komersialisasi Usaha Milik Rakyat” sudah jelas mutlak dalam PRJ Monas. Jika sebelumnya di JIExpo, porsi UKM 40%, maka porsi UKM kali ini harus 70%, sisanya Usaha besar.  Bisa jadi 40% adalah UKM Jakarta, 30% adalah UKM terselektif dari Jabodetabek dan luar Jakarta. Tidak ada masalah jika PRJ Monas 2014 yang datang adalah  “kerak telor lagi”, namun jika didatangkan pembanding, maka  secara alami akan timbul motivasi untuk berinovasi.  Tahun berikutnya, peserta yang masuk bukan sekedar adu cepat booking lokasi, namun Pemprov lewat Event Organizer (EO) harus mengadakan audisi layaknya pengelola Mal yang memilih tenant nya, tujuannya agar isi pameran jadi menarik. Pemprov harus mengenakan retribusi yang cukup untuk menutup biaya kebersihan dan operasional. Tidak ada harga sewa lokasi.

Tantangan dari Ralph Scheneumann bukanlah hal yang sulit bagi EO untuk dijawab, pertama karena gratis, dan kedua karena lokasi sangat strategis.  Secara teknis, PRJ Monas sebaiknya jangan terlalu lama, paling lama 1 minggu, untuk memampatkan antusiasme pengunjung serta potensi kemacetan yang ditimbulkan.

Menyelenggarakan event kerakyatan bukan berarti tidak bisa berkelas. Event Kemasan rakyat dan kualitas konsep tinggi bisa didapatkan di Jember Fashion Carnival,  Rio Carnival di Brazil, Solo Batik Carnival,  Car Free Day di setiap kota.  Pemprov harus buktikan bahwa saat ini bukanlah pasukan seragam coklat, hanya bahan bakar APBD, rajin pulang jam 14 dan menerima arsip di meja.  Saatnya Pemprov DKI menunjukkan kecerdasannya, jiwa entrepreneurship-nya dan kerakyatannya.  Bagi yang tidak sanggup, silakan minggir saja.

Masak iya sih staf Pemprov kalah sama Ralph Scheuneumann.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun