Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula, begitulah kondisi masyarakat Indonesia saat ini.
Pada saat ini sedang ramai diperbincangkan menurunnya kelas menengah RI yang mana itu sudah terjadi selama 5 tahun terakhir paska pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 berimbas banyak karyawan yang di PHK atau para pekerja lepas lainnya yang kehilangan pekerjaan.
Setelah pandemi Covid-19 berlalu perekonomian bangun lagi yang mengakibatkan naiknya harga barang dan jasa. Sementara di sisi lain, mereka yang terimbas tadi belum lagi mendapatkan pekerjaan.
Kalau pun mendapatkan, maka gaji mereka masih kecil dan tidak seimbang dengan kenaikan kebutuhan dan harga-harga barang dan jasa.
Istilah "makan tabungan" mengindikasikan betapa mereka harus menarik uangnya di Bank untuk membiayai kebutuhan sehari-hari yang tidak dapat dipenuhi oleh uang di tangan.
Para pengamat ekonomi di media lucunya cuma memperbincangkan kelas menengah yang menderita.
Padahal, pada kenyataannya, justru kelas bawah yang sengsara itu.
Di tengah-tengah pemerintah akan mengambil berbagai kebijakan para pengamat ekonomi juga "kasihan" kepada "middle class" Indonesia itu.
Kebijakan yang diyakini bakal menekan kelas menengah itu di antaranya soal rencana pemotongan gaji untuk JHT (Jaminan Hari Tua), PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang akan naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, dan kenaikan tarif KRL.
Bayangkan jika kelas menengah saja "stres" menghadapi berbagai kebijakan tersebut, bagaimana dengan kelas bawah?