Â
Bagi generasi baby bommer dan generasi x, Indonesia mengalami kemajuan yang luar biasa. Kemajuan itu tidak melulu hanya soal teknologi saja, namun juga dalam melihat sesuatu. Di banding dulu, kini kita punya paradigma baru dalam melihat diri sendiri dan melihat sekeliling serta masa depan kita.
Sejak Orde lama, orde baru dan kemudian reformasi, kita memang sudah melampaui banyak hal. Awal reformasi, kita memang masih agak kaku dalam melihat diri sendiri dan masa depan kita. Apalagi ancaman masih ada seperti radikalisme dan terorisme, serta korupsi. Namun kemudian, pemerintah dengan sigap membentuk badan yang kuat seperti Densus 88, BNPT untuk melawan radikalisme serta terorisme, juga pembentukan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang memang ketiganya mengalami fluktuasi tindakan dan kepemimpinan, namun sebenarnya kita ke arah yang lebih baik dibanding masa-masa lalu. Dengan adanya KPK, kita punya rules tegas dan membuat kondisi kita lebih baik.
Satu hal yang amat berharga juga dan tidak boleh kita lewatkan adalah soal demokrasi. Demokrasi kita mengalami hal yang sangat positif. Demokrasi kita sangat cair dan selalu menuju perbaikan. Mungkin sebagian dari kita tidak pernah membayangkan, bahwa dua kandidat Presiden yang dulu menjadi rival pada Pilpres 2014 dan 2019, pada masa pemerintahan kedua Joko Widodo, keduanya (Joko Widodo dan Prabowo) bekerja sama dalam satu kabinet.
Lalu tiba pada masa 2024 dimana ada pemilihan Presiden, Ternyata Prabowo yang secara akumulatif sebanyak empat kali ikut dalam Pilpres (sejak tahun 2009 bersama Megawati)menjadi presiden. Dan menariknya lagi bahwa presiden Jokowi melakukan transisi kepemimpinan dengan cara yang sangat baik.
Di sisi lain, ada tokoh dan pihak-pihak yang tidak bisa menerima hal itu. Bahkan itu ada yang berasal dari intelektual dan akademisi. Mereka mengatakan bahwa kita mengalami kemunduran demokrasi. Atau kadang mereka bilang bahwa demokrasi kita stagnan, lalu ada wacana dinasti, sampai caci maki soal Ibukota Nusantara (IKN) juga turut dihembuskan. Bahkan penurunan nilai tukar rupiah karena perubahan suku bunga di AS juga dituding sebagai kegagalan pemerintah. Bahkan di podcast dll, ini selalu digaungkan seakan-akan kita pemerintah gagal membangun negara ini dan kita seakan diajak untuk membenci negara kita sendiri.
Golongan senang menjelek-jelekan bangsa  dan kondisi negara kita saat ini, juga sering dilakukan oleh orang-orang yang mengidolakan kekhilafahan. Bahkan narasi-narasi di media sosial, seringkali senada dengan golongan yang saya ungkapkan di atas. Namun golongan yang ini cenderung menunjuk bahwa negara islamlah yang akan membuat kita damai dan sejahtera.
Inilah tantangan kita semua sebagai bangsa. Sepanjang sejarah Indonesia, tidak pernah demokrasi sebaik ini. Seharusnya kita dukung dan wujudkan cita-cita luhur bangsa ini. Indonesia adalah rumah bagi kita. Tak ada yang lebih baik kecuali mecintai rumah kita sendiri, dan bukan membencinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H