Akhir-akhir ini masyarakat dikejutkan oleh hasil penelitian yang menyebutkan bahwa beberapa puluh dari seratus masjid masuk dalam katagori radikal. Hasil penelitian itu sebenarnya tidak heboh, karena indikasinya sudah diketahui sebelumnya (saat Pilkada Jakarta dan sebagainya). Tapi yang membuat heboh adalah reaksi masyarakat.
Beberapa orang angkat bicara soal hasil penelitian itu. Beberapa orang diantaranya mengatakan bahwa penelitian itu abal-abal dan kurang sahih. Yang lebih mengejutkan adalah , sampai ada talkshow dari satu televise yang menghadirkan wakil Presiden Yusuf Kalla dengan kapasitas Ketua Dewan Masjid untuk menanggapinya.
Jika kita lihat dari fenomena sosial, reaksi masyarakat itu harus kita apresiasi. Artinya bahwa masyarakat cukup perhatian soal masjid dan perkembangan syiar Islam. Tapi jika sampai heboh dan menimbulkan reaksi negative, mungkin kita harus kembali harus menelaah.
Telaahan itu harus didasarkan pada sisi positif kita. Kita harus melihat bahwa ini adalah sinyal . Jika kita berlayar di tengah lautan, kita pantang mengabaikan semua sinyal yang ada . karena  sinyal yang kita terima dan mungkin kita kirimkan itu adalah sinyal penting untuk kapal kita dan kapal yang lain dalam samudera itu.
Kita harus menelaah kembali , mungkin yang dimaksud BIN dengan masjid radikal adalah masdjif dhirar, yaitu masjid yang didirikan untuk menimbulkan kemudharatan bagi mukmin. Ini untuk kekafiran dan memecah belah mukmin, bersumber dari firman Allah, At Taubah:107.
Ini tentu saja harus diantisipasi. Dalam beberapa media digambarkan reaksi dari Ketua Lembaga Tamir Masjid NU,KH Manan yang menyatakan bahwa mereka akan segera melakukan penguatan dakwah moderat di masjid-masjid pemerintah. Â Manan tidak heboh, tetapi cukup paham bahwa data ini adalah semacam indikasi bahwa ada fenomena radikal diantara ceramah yang disampaikan di masyarakat. Ironisnya itu dilakukan di masjid-masjid di lingkungan pemerintah.
Lebih lanjut Manan mengungkapkan bahwa pemerintah juga seharusnya harus member ruang kepada ormas yang moderat seperti NU dan Muhammadiyah agar bisa melakukan dakwah di masjid-masjid pemerintah. Tentu saja mungkin ke depan tidak saja di masjid-masjid pemerintah tetapi di seluruh masjid yang ada di Indoensia.
Lebih jauh lagi yang mungkin belum diungkapkan oleh para pengamat dan tokoh-tokoh Islam yang memberi reaksi atas penelitian ini adalah perlunya kurikulum untuk ceramah --ceramah  pada hari Jumat. Kurikulum ini bersifat panduan agar para penceramah tidak keluar dari pandauan dan kemudian menyerempet ke ceramah yang radikal.
Ini adalah pekerjaan rumah kita bersama. Kita sudah punya Negara besar dengan dasar Negara Pancasila yang sudah terbukti dapat menyelamatkan kita berkali-kali dari ancaman Negara. Negara kita yang kaya dengan keberagaman ini harus kita pelihara dengan baik, agar tidak terpecah belah .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H