Mohon tunggu...
Rudi Widiyanto
Rudi Widiyanto Mohon Tunggu... profesional -

Psikolog dengan pengalaman Training, kini mengelola lantai-13.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nafas Sang Gunung Api: Ditakuti Namun Dihampiri

24 Januari 2012   16:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:29 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lava pijar merapi, Oktober 2010-http://regional.kompas.com/read/2010/10/29/11585731/Berita.Foto.Akhirnya..Lava.Pijar.Merapibr.-3

Tiga puluh persen gunung api di dunia berada di Indonesia. Gunung-gunung tersebut tersebar di berbagi pulau. Beberapa bahkan ada yang berada di dasar laut. Gunung-gunung tersebut ada yang sudah mati, tidur, dan banyak yang masih aktif atau malah sangat aktif. Catatan lengkap mengenai letusan gunung api di Indonesia mulai tertata sejak jaman colonial. Pada masa pra colonial, catatan letusan umumnya terrangkum dalam prasasti, legenda dan cerita tetua, dan kitab-kitab. Namun masih banyak letusan yang tak tercatat, karena gunung-gunung itu bisa jadi jauh lebih tua dari peradaban manusia di sekitarnya.

Gunung api terbentuk sebagai hasil peristiwa geologis. Seperti diketahui, tanah yang kita pijak sebenarnya berupa lempengan padat yang melayang di cairan besi super panas yang biasa disebut magma. Lempengan bumi ini selalu bergerak setiap saat, saling menjauh dan saling bertubrukan.  Gerakan lempeng bumitersebut memunculkan retakan-retakan. Di daerah retakan tersebut terkadang ada magma yang dapat naik ke permukaan, menggembungkan tanah di permukaan dan menjadi gunung.

Gunung api umumnya terletak di daerah tumbukan dua buah lempeng bumi. Sepanjang Sumatra, jawa, bali, dan nusa tenggara merupakan perbatasan lempeng eurasia dan indo-australia. Dan disitulah berderet bukit barisan, krakatau, pegunungan seribu, dan rentetan gunung di nusa tenggara.

Ketika gunung api meletus, ia melontarkan material yang ada di dalam bumi. Partikel yang paling ringan akan tersebur menjadi debu dan awan panas. Partikel yang lebih padat seperti pasir batuan akan terlontar ke ujung kawah lalu menuruni lereng. Sementara itu, material cair seperti magma dan lava akan memuncrat dan meluber dari kawah. Seperti layaknya sifat air, lava akan bergerak menuju tempat yang lebih rendah. Aliran lava akan membuka lahan menuju aliran sungai terdekat, atau langsung mengalir menuju laut.

Material yang dikeluarkan dari dalam bumi mengandung berbagai unsur dan senyawa yang dalam hitungan tahun akan menyuburkan tanah di lereng. Kesuburan tanah ini mengundang potensi agraris dalam ukuran dasawarsa. Hal ini tantunya menarik penduduk lokal untuk bercocok tanam dan membangun pemukiman sederhana. Lama kelamaan pemukiman sederhana ini menjadi pemukiman permanen. City volcano di Indonesia bukanlah sebuah gunung api yang muncul di tengah kota, melainkan sebuah kota yang muncul di kaki gunung api.

[caption id="" align="alignleft" width="620" caption="lava pijar merapi, Oktober 2010-AFP PHOTO/ADEK BERRY"][/caption]

Hal tersebut tentu dapat dimaklumi karena tanah sekitar gunung menjanjikan keberlimpahan makanan dari pertanian. Namun penduduknya sering kali tak mengindahkan alam. Gunung telah memiliki hidupnya sendiri dan memiliki jalannya selama ribuan tahun, jauh sebelum peradaban manusia. Lereng terjal, bukit pasir, dan aliran sungai berhulu di gunung merupakan jalan hidup dari gunung itu sendiri. Manusia justru menutup atau mendekati jalan hidup yang menjadi hak sang gunung.

Berkaca dari kasus bronggang letusan gunung merapi di Yogyakarta 2010 lalu, tampaknya gunung perlu diberikan hak untuk hidup dan berjalan. Pemukiman manusia perlu mempertimbangkan lingkungan alam seperti gunung. Membiarkan gunung untuk bernafas dengan membangun pemukiman di ring terjauh dari potensi letusan, memperbolehkan gunung api menjalankan lava dan laharnya dengan menjauhi sungai aliran lava dan lahar.  Kedua hal tadi merupakan kebijaksanaan akan hidup yang selaras dengan alam.

Manusia di takdirkan menjadi kafillah di bumi, sebagai perwakilan akan kebesaran dan kesempurnaan Tuhan. Manusia mendapatkan karunia berupa ‘free will’ guna menjalankan tugasnya sebagai kafilah bumi. Sementara gunung api sudah ditakdirkan untuk menjaga keseimbangan lempeng bumi dengan mengeluarkan letusan. Gunung api tak memiliki ‘free will’ . Selamanya, sejak ia lahir hingga mati, gunung hanya akan meletus dan meletus.

Manusialah yang memiliki kehendak bebas, seyogyanya hidup rukun dengan membiarkan gunung menikmati tugasnya untuk meletus, membagi kesuburan, dan menyeimbangkan bumi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun