Mohon tunggu...
Rudy SWakum
Rudy SWakum Mohon Tunggu... Seniman - Pekerja seni di Kota Semarang.

Hobi olahraga.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Playing Victim: Taktik Calon Tanpa Modal agar Dikasihani Pemilih

6 Juli 2024   13:37 Diperbarui: 6 Juli 2024   15:20 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi Playing Victim di Politik/AI

NGGAK modal dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada)? Mainkan "playing victim". Ingin membuat publik resah? Mainkan "playing victim". Caranya? Turunkan banner sendiri, lalu bikin cerita bahwa lawan menzalimi kamu. Sayang sekali, taktik ini akan menjadi bahan tertawaan dan menunjukkan siapa kamu yang sebenarnya.

Penetapan calon belum terjadi, kampanye belum waktunya, tetapi pertunjukan secara de facto sudah berjalan. Yang penting, jangan black campaign. Tetap main cantik.

Yang cantik akan dipilih. Yang black campaign, akan ditinggalkan pemilih.

Salah satu bentuk black campaign adalah "playing victim".

Paling enak, memang "playing victim". Modal tidak terlalu besar. Bisa mencari perhatian ke publik bernama pengguna media sosial (medsos). Orang tidak tahu apa yang terjadi di balik suatu video, jadi bisa mudah merancang skenario. Buat seolah-olah candid, tanpa skenario, padahal berawal dari perbincangan panjang.

Taktik "playing victim" sering digunakan bakal calon kepala daerah dan politisi untuk menarik simpati masyarakat.

Kalau kita sudah sering dengar apa itu playing victim, sekadar pengingat, saya akan perlihatkan "mengapa" orang melakukan "playing victim".

Apa artinya "playing victim"? Artinya "bermain-peran sebagai korban". Alias nggak sungguhan menjadi korban. Hanya bermain peran. Singkatnya, pura-pura menjadi korban.

Dalam cerita Pilwakot, ini juga terjadi di Kota Semarang. Ada calon yang berakting seolah-olah menjadi korban kezaliman kubu lawan, demi berharap dapat dukungan dan simpati, ia rela menyuruh rekannya untuk mencopot bannernya sendiri dan bikin narasi seolah-olah pihak lawan yang mencopot.

Ini tindakan orang sakit, secara psikologis. Dan kalau kolektif, sudah diperbincangkan, direncanakan, dan dilakukan secara sadar, ini artinya kelompok itu secara psikologis bermasalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun