Sebenarnya pengalaman ini sudah terjadi beberapa bulan yang lalu. Tepatnya sekitar bulan Maret sampai Mei 2011. Tapi ntah kenapa saya baru menuliskannya sekarang, saya juga kurang mengerti, karena ide ini tiba-tiba saja melintas dipikitan saya. Dan seakan menyuruh saya untuk menuliskannya.
Tapi yang jelas, apapun yang saya tulis dalam tulisan saya ini adalah memang keadaan yang sebenarnya terjadi dan saya alami sendiri.
Sebelumya saya juga ingin mengatakan bahwa saya tidak mempunyai motivasi apapun untuk menjelek-jelekan suatu instansi tertentu terkait dengan tulisan ini.
Kejadian ini terjadi di Boyolali, Jawa Tengah. Dimana ketika itu paman saya tersandung dalam kasus hukum. Beliau ketahuan oleh polisi bermain judi (togel). Paman saya ditangkap dirumah orang yang menjual togel tersebut bersama-sama dengan teman-temannya yang lain yang juga sebagai pembeli judi togel setelah dilakukan serangkaian pengintaian oleh pihak polisi.
Singkat cerita, paman saya ditangkap oleh polisi. Kemudian dilakukan serangkain penyidikan dan penahanan. Dalam tahap ini semuanya masih terlihat wajar, karena polisi dalam memeriksa dan mengintrogasi paman saya sesuai dengan Standar Prosedur seperti yang tercantum dalam Undang-Undang. Walaupun sebenarya menurut pengamatan saya, masih banyak masalah-masalah yang masih harus dibenahi oleh polisi. Diantaranya adalah dalam hal penahanan.
Menurut penuturan paman saya dan juga teman-temanya. Mereka mengalami sedikit trauma ketika pertama kali memasuki ruang tahanan. Ini diakibatkan karena adanya kekerasan berupa tendangan dan tamparan dari para tahanan “senior” kepada paman saya dan teman-temannya ketika mereka pertama kali masuk tahanan. Tapi itu hanya terjadi sebentar saja, yakni hanya pada hari pertama mereka masuk tahanan. Untuk hari selanjutnya sudah berjalan dengan normal. Mungkin karena lama-kelamanan mereka semakin mengenal satu sama lain sehingga ada rasa “segan” untuk melakukan kekerasan lagi.
Kemudian setelah selesai disidik dan berkas Acara Penyidikan mereka dinyatakan lengkap oleh kejaksaan. Maka meraka langsung dipindahkan dan diambil alih oleh pihak kejaksaan, untuk selanjutnya diproses kembali sesuai dengan prosedur yang berlaku di kejaksaan. Namun sebelum diproses tentunya mereka juga tetap harus ditahan. Karena pada prinsipnya Penahanan ini dilakukan untuk mencegah tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi tindak pidana itu kembali.
Mereka akhirnya dititipkan untuk ditahan di Rumah Tahanan Boyolali. Perlu diketahui, disinilah menurut pengamatan saya banyak kejanggalan-kejangalan yang terjadi. Diantaranya adalah setiap melakukan kunjungan besuk kedalam ruang tahanan. Baik itu pihak keluarga maupun sahabat karib harus terlebih dahulu mempersiapkan sebungkus atau dua bungkus rokok sebagai “password” untuk bisa masuk dan bertemu dengan tahanan yang ingin dibesuk. Tentu saja secara pribadi saya sangat terkunjut ketika pertama kali saya dimintai rokok tersebut. Saya kemudian sempat menanyakan “sipir” atau petugas jaga tahanannya terkait hal ini. Tapi tak satunpun yang bisa memberikan alasan yang masuk akal bagi saya. Jawabanya hanya sekedar “itu sudah kebiasaan”.
Sempat saya membaca dan mencari segala literatur dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tahanan ataupun pemasyarakatan. Tetapi tidak ada satu kata pun dan tidak ada satu aturanpun yang menyatakan bahwa untuk menjenguk tahanan harus terlebih dahulu menyetor rokok.
Kondisi ini semakin membuat saya semakin miris, ketika paman saya bercerita bahwa mereka juga sebenarnya harus menyetor rokok juga kepada sipir yang menjaga tahanan setelah selesai dibesuk oleh keluarga maupun sahabat karib.
Apa yang saya tekankan disini sebenarnya adalah suatu Protes yang keras. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini sebenarnya tidak boleh dibiarkan begitu saja. Ini harus ditindak tegas. Mungkin kalau kita mengamati secara sekilas, masalah ini bukanlah suatu masalah yang besar. Akan tetapi menurut saya kalau hal ini dibiarkan berkembang terus menerus secara turun-temurun, maka mental para aparat petugas tersebut akan semakin menjadi-jadi. Dimana mereka akan gampang disuap, dan gampang meminta pungutan-pungutan liar kepada para tahanan maupun keluarga tahanan dengan tanpa ada lagi rasa malu.
Sehingga 5 tahun kedepan, saya bisa menjamin kalau kebiasan-kebiasan ini masih terjadi dan dibiarkan berkembang maka tidak akan jarang kita mendengar atau melihat kasus nyata seperti yang dipraktekkan oleh Gayus Tambunan dengan menyuap para petugas tahanan supaya dia bisa keluar dari tahanan semaunya. Atau kasus Artalita yang bisa menyulap ruang tahanan menjadi hotel berbintang lima karena bisa menyuap kepala dan para petugas tahanan. Kalau sudah begini apalagi yang bisa kita harapkan dari penegakan hukum kita yang sekarang ini. Percuma dibuat undang-undang kalau toh tidak dilaksanakan dengan baik atau bahkan implementasi yang terjadi dilapangan berbanding terbalik dengan substansi yang ada didalam Undang-Undang tersebut. Semuanya kembali kepada Pemerintah selaku pengatur roda pemerintahan.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H