Mohon tunggu...
Rudi Mulyatiningsih
Rudi Mulyatiningsih Mohon Tunggu... -

Guru BK , Training Motivator,

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Guru dan Bank

27 November 2013   12:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:37 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru dan Bank

Oleh. Dra. Rudi Mulyatiningsih, M.Pd

Berurusan dengan bank lebih identik dengan transaksi pinjaman dan simpanan, termasuk oleh guru. Kedua kegiatan itu mungkin tidak akan pernah bisa lepas dari kehidupan guru.

Nampaknya gaung tersebut mendapat sambutan positif dari para pelaku perbankan dengan menawarkan program “manis” bagi guru. Ada program peduli guru, kredit murah bunga ringan, kredit ratusan juta tanpa agunan, kredit cepat langsung cair, dan tawaran lain yang mengiurkan guru agar berminat mengajukan kredit.

Untuk promosi simpanan,biasanya mereka berlomba dalam iming-iming bunga tinggi, menabung bebas administrasi, dan keamanan terjamin.

Berbagai tanggapan pun dilakukan guru. Bagi yang membutuhkan pinjaman,ada yang kemudian mengambil kalkulator dan menghitung total uang yang dibayarkan kepada bank, menghitung bunga pinjaman yang harus dibayar jika mereka melunasi sebelum jatuh tempo, dan menghitung biaya administrasi.

Sedangkan guru yang berminat menyimpan, sudah tentu yang dihitung adalah bunga atau jasa simpanan.

Apa makna yang tersirat dari sikap tersebut? Tidak lain adalah mencari tahu, bank mana yang paling besar memberi keuntungan, yang mau memberi jasa pinjaman terkecil dan jasa simpanantertinggi.

Sikap kritis tersebut bukan tanpa alasan. Berdasar obrolan tidak resmi dengan sesama guru, penulis menangkap adanya pengalaman tidak menyenangkan manakala berurusan dengan bank, yang intinya merasa dirugikan. Misalnya,sistem penghitungan bunga yang berubah-ubah, membuat guru kecewa ketika suku bunga naik. Sistem pembayaran bunga dengan prosentase besar di awal – awal tahun angsuran, membuat guru merasa dirugikan sebab ketika di tengah jalan akan melunasi kredit, ternyata pokok kreditnya masih sangat besar.

Dalam urusan simpanan, mereka mengeluh karena jasa simpanan yang diterima justru lebih kecil dari biaya administrasi. Artinya, rugi.

Berbicara tentang kekecewaan terhadap bank, mengingatkan penulis pada satu tragedi. Ceritanya, penulis memiliki tabungan di sebuah bank sejak 17 tahun lalu. Saldo terakhir sebesar Rp. 600.000, waktu itu, sebesar gaji penulis sebagai guru baru. Berpikir untuk investasi, maka penulis pun tidak pernah mengambilnya. Tapi maaf, juga tidak menambahnya karena jarak bank lumayan jauh dari tempat tinggal penulis.

Beberapa waktu lalu penulis membutuhkan dana. Dengan hati berbunga, bergegas ke bank sambil membayangkan saldo telah bertambah banyak.

Sesampainya di kasir, ternyata bukan uang Rp. 600.000,- yang penulis terima, tetapi puluhan lembar rekening koran yang menunjukkan saldonya tinggal beberapa puluh ribu.

Sontak, marah, sedih dan kecewa berbaur jadi satu. Uang sejumlah itu sangat berharga bagi seorang guru seperti penulis. Tapi apa hendak dikata, dengan hati menangis, penulis pun meninggalkan bank.

Bagaimana bisa, menabung bukannya untung, malah buntung? Ternyata, jasa simpanan lebih kecil dari biaya administrasi.

Berbagai pengalaman kurang menyenangkan tersebut tentu membuat guru tidak ingin lagi berhubungan dengan bank. Namun di sisi lain, muncul pertanyaan, “bagaimana jika suatu saat terjepit kebutuhan dan membutuhkan talangan dana atau ingin menyimpan uang dengan aman jika Tuhan memberi rizki berlimpah?

Mendekat ke Pintu Sorga

Saatnya para guru berpikir cerdas dalam memilih institusi ekonomi yang benar-benar memberi keberkahan lahir batin, tidak membuat kecewa, memberi keuntungan dari sudut duniawi dan ukhrawi, serta mendekatkan diri ke pintu sorga.

Bank syariah adalah pilihan tepat dan menguntungkan. Dalam Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No.32/ 148/ KEP/DIR tanggal 12 November 1998 pasal 12 ayat (3) dinyatakan bahwa bank berdasarkan prinsip syariah adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Yaitu mengikuti tata cara berusaha dan perjanjian berusaha yang dituntun dan tidak dilarang oleh Al Quran dan Al Hadist.

Sistem syariah dibentuk berdasarkan adanya larangan dalam Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba) dan larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sedangkansistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya.

Semua yang diturunkan Allah s.w.t mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.

Oleh sebab itu bank syariah tidak memberlakukan sistem bunga karena bunga adalah riba. Dengan kata lain bank syariah menghindari adanya pihak yang dizalimi ataupun menzalimi.

Namun tidak berarti jika mendapatkan pembiayaan dari bank syariah sebesardua juta rupiah, bayarnya adalah dua juta rupiah juga.  Bank syariah, dalam operasionalnya sebagai pengganti sistem bunga menggunakan sejumlah model akad yang sifatnya bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah. Akad tersebut disepakati di awal transaksi antara nasabah dan bank, sehingga kedua pihak ikhlas.

Misalnya, bantuan kepemilikan barang dengan sistem pembiayaan jual beli (murahabah). Akad jual beli barang dilakukan dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh bank dan nasabah (fixed margin) sebelum transaksi sehingga tidak menimbulkan kekecewaan. Angsurannya pun tetap (flat) sehingga tidak was-was ketika terjadi fluktuasi.

Sebagai contoh, guru membutuhkan modal untuk membeli mobil yang direncanakan sebagai usaha angkutan pelajar seharga Rp 100 juta. Karenatidak mampu, maka sepakat untuk dibelikan oleh bank syariah terlebih dahulu. Dalam proses akad, misalnya bank mengambil keuntungan 25 prosen selama tiga tahun, maka total pembiayaan yang dibayar guru di bank syariah sebesar Rp 125 juta dibagi 36 bulan sekitar  3.472.222/bulan, dan bersifat tetap (flat).

Bagaimana dengan tabungan? Bank dengan sistem syariah juga tidak menawarkan bunga tetapi bagi hasil yang rasionya (nisbah) ditetapkan terlebih dahulu antara bagian keuntungan yang didapat nasabah dan bagian keuntungan untuk bank. Misalnya 60:40 artinya 60 persen keuntungan bagi nasabah dan 40 persen keuntungan bagi bank. Karena itu bagian keuntungan yang diterima nasabah tergantung dari keuntungan yang didapat oleh bank.

Lantas bagaimana jika investasi yang dilakukan oleh bank syariah merugi? Nasabah tidak akan ikut mengalami kerugian itu karena perhitungan bagi hasil antara bank syariah dan nasabah tidak didasarkan pada profit yang diperoleh (profit and loss  sharing), namun didasarkan pada pendapatan (revenue sharing). Dengan pola revenue sharing, bagi hasil kepada nasabah diperhitungkan dari pendapatan bank, sedangkan biaya-biaya yang harus dikeluarkan bank akan diambil dari bagi hasil yang menjadi hak bank. Dengan pola ini, dana nasabah yang diinvestasikan dalam tabungan tidak akan berkurang atau hilang meskipun investasi yang dilakukan bank syariah mengalami kerugian.

Salah satu fitur lain yang juga tidak kalah, adanya fasilitas Net Banking seperti ATM dan internet banking yang dapat memudahkan dalam bertransaksi.

Selain semua keunggulan di atas, hasil investasi syariah juga telah dibersihkan melalui pengeluaran zakat yang bisa dilakukan secara otomatis oleh pihak institusi keuangan syariah atau oleh nasabah.

Tak perlu ragu. Bank syariah adalah pilihan tepat menguntungkan dan menjauhkan dari dosa, karena tidak mengandung: (1) Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (bathil), antara lain transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitasnya, kuantitas dan waktu penyerahan, atautransaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah), (2) Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan, (3) Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan, (4) Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syari’ah, (5) Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidak adilan bagi pihak lainnya.

Jadi, meminjam atau menabung di bank syariah benar menjauhkan dari dosa dan semakin mendekatkan guru ke pintu surga. Pekerjaan mulia yang selama ini digeluti guru dengan menyebarkan ilmu yang bermanfaat, tidak ternodai oleh investasi yang mengundang mudzarat.

Semoga bank syariah semakin meningkatkan kinerja, sehingga keuntungan yang didapat pun semakin besar. Dengan demikian bagian hasil yang diterima nasabahpun, termasuk guru,semakin banyak. Alhasil, semua guru, tanpa melihat golongan dan kelompoknya,hidup berkah berkat bank syariah.

Rudi Mulyatiningsih,

Guru Bimbingan dan Konseling

Dan Kepala SMP Negeri 3 Karangreja

Purbalingga, Jawa Tengah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun