Kehilangan seorang anak karena meninggal dunia pada usia remaja sungguh sangat meninggalkan bekas luka menganga yang tak kunjung mengering. Setiap saat bayangan dirinya saat masih hidup akan membawa pada kesedihan yang semakin mendalam.Â
Kata-kata manis yang dilontarkan oleh orang lain seolah semua tertepis oleh rasa duka. Bahkan agama dan ayat-ayat dari tulisan masa silam tak mampu mengurai misteri yang dialami.
Pertanyaan selalu mengiang, jika dunia orang mati, akhirat, surga, atau apapun sebutannya, memang ada, berarti itu adalah suatu eksistensi. Suatu eksistensi berarti menempati suatu "ruang", "dimensi", atau semacamnya, hanya mungkin belum ada kata-kata yang dapat mewakili untuk menyebut eksistensinya.Â
Semua ilmu berbagai agama dan kotbah para ahli agama semua seolah membentur tembok teori dan apriori yang hanya berdasarkan asumsi. Mereka semua sangat pandai merangkai kata dan menyusun kalimat yang meninabobokkan. Menakut-nakuti dan melarang orang untuk berpikir kritis dan karena sesungguhnya mereka tidak mampu juga memecahkan misteri yang telah ada sejak manusia muncul di muka bumi.
Berharap suatu saat ada ilmuwan yang mampu menembus tirai misteri ini. Menjadi tabu dan misteri hanya karena belum terungkap secara empirik.Â
Andai telah ditemukan cara, metode, atau apapun yang empiris, tentu hal ini akan sangat menyenangkan. Karena manusia semasa hidup di bumi, akan mampu menjangkau keberadaan dunia orang yang sudah meninggalkan tubuhnya.
Bersambung ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H