Mohon tunggu...
rudi lontoh
rudi lontoh Mohon Tunggu... -

pembaca banyak buku, media massa dan penyuka blog. Skr bekerja di Sarana Analysis of the Mass Media (SAMM)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

JIL vs ITJ, Seteru "Tanpa Kuku"

21 September 2013   10:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:36 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_267692" align="alignleft" width="150" caption="islamlib.com"][/caption] BELAKANGAN ini banyak kita jumpai chapter-chapter (begitu istilah yang digunakan) oleh kelompok yang menamakan diri,IndonesiaTanpaJIL (ITJ). Gerakan ini begitu cepat merambat ke kamput, kota hingga kabupaten-kabupaten.

Seiring pesatnya gerakan ini, mereka juga menggunakan jejaring social Facebook dan twitter untuk menarik massa. Facebooknya memiliki keanggotaan lebih dari 40 ribu, dan twitternya lebih dari 30 ribu. Lumayan.

Ditilik dari sejarahnya, gerakan ini lahir dari ‘aksi balasan’ atas kampanye “Indonesia tanpa Front Pembela Islam (FPI)” yang digerakkan kelompok LSM, waria, homoseksual dan lesbian di Bundaran Hotel Indonesia, Selasa, 14 Februari 2012.

Aksi ini kemudian melahirkan aksi tandingan dalam sebuah unjuk “Indonesia Tanpa JIL” (ITJ) yang digagas  Front Pembela Islam (FPI) di Bundaran HI, Jakarta, Jumat (09/03/2013).

Aksi yang disebut 'Apel Siaga Indonesia tanpa JIL (Jaringan Islam Liberal)' ini digelar sejak pukul 13.00 WIB oleh ribuan orang. Namun BBC dan Koran-koran Indonesia mengecilkan suara mereka dengan menyebut sekitar 150 simpatisan FPI. (baca: http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2012/03/120309_antiliberal.shtml)

Beberapa hari atas aksi ini, lahirlah gerakan ini. Meski dalam banyak kesempatan, kelompok ini menyebut lahir karena keprihatinan umat Muslim Indonesia terhadap kaum liberalis (mereka menyebutnya JIL).

Nurcholis Madjid hingga Islam Liberal

Sebenarnya, gerakan dan paham liberalism tumbuh dan berkembang jauh sebelum tahun 2000-an ke atas. Jika dilihat akarnya, paham liberal lahir 40 tahun sebelum masa reformasi yang dibawah oleh salah satunya Harun Nasution dan Nurcholish Madjid tahun antara tahun 1960-1970-an dengan ide “sekulerisasi”. Nurcholis lah yang  meluncurkan gagasan "Islam Yes, Partai Islam No?" yang ditanggapi dengan polemik berkepanjangan. Konsistensi gagasan ini tidak pernah berubah ketika setelah terjadi reformasi dan terbukanya kran untuk membentuk partai yang berlabelkan agama.

Seiring banyak lahir pengikut Nurcholis, lalu lahir pula ide-ide Gus Dur (dengan dukungan Kompas dan Tempo), ide sekularisasi terus berkembang hingga munculah anak-anak muda  di kampus-kampus  UIN terjangkit virus liberalisme. Kalompok ini baru terlihat ketika ide-idenya banyak dipasarkan oleh Ulil Abshar Abdalah di Harian Kompas 'Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam' yang memicu kontroversi di masyarakat.

Ide-ide Ulil kemudian makin menyebar dengan lahirnya situs www.Islamlib.com serta keberaniannya ‘membeli’ halaman beberapa koran untuk memuluskan ide-idenya. Sebut saja, rubrik Utan Kayu di Koran Jawapos Grup.

Menurut pantuan penulis, tidak ada satupun kelompok (baik ulama/lembaga Islam) sebanding atau bisa menjawab ide-ide anak-anak muda berpaham liberal ini ‘bertarung’ opini di media massa. Bisa dikatakan, tahun itu, hampir semua orang, terjangkit paham/gagasan liberalism dan sekularisme.

Saya pernah mampir ke sebuah pondok pesantren di Tebuirng Jombang Jawa Timur, sampai seorang dosen di lembaga itu mengatakan, “Apa yang terjadi? Hampir semua skripsi santri-santri saya bangga dengan hermeneutika,” katanya.  Sungguh bisa dibayangkan pengaruh gagasan-gagasan kelompok Ulil dkk ini.

Literal dan Gazwul Fikri

Tahun 2000-an, gagasan dan paham liberal menyeruak, terutama di kampus-kampus perguruan tinggi Islam.  Dosen, mahasiswa yang dikenal dekat dengan Islam justru menggugat otentisitas hahyu, al-quran dikritik, syariat didekonstruksi.

Di tengah wanaca yang tidak menarik (sebab kala itu kebanyakan koran dominan pemikiran satu kubu, yakni dari Ulil CS) tiba-tiba sebuah media kecil, menampilak sosok-sosok yang tidak dikenal di berbagai media dan kurang dikenal dalam khasanah pemikiran Islam Indonesia kala itu.

Opini situs www.hidayatullah.com, menampilkan anak-anak muda yang sedang kuliah di Internasional Islamic University Malaysia (UIM),  ISTAC (Malaysia) dan Universitas al Azhar (Mesir). Bahkan di edisi cetaknya, media ini membuat rubric tsaqafah (pemikiran) secara kontinyu.

Saya masih bisa menyaksikan awal-awal kemunculan gagasan anak-anak muda yang cerdas ini, yang menurut saya, kala itu masih anak-anak baru gede (maklum, kala itu yang menulis belum lulus kuliah).

Apalagi dengan kemunculkan Adian Husaini dalam rubric Catatan Akhir Pekan (CAP). Adian adalah bekar wartawan di Berita Buana dan Republika, yang kala itu sedang mengambil program doktoral bidang pemikiran di ISTAC, Malaysia. Saya masih bisa menikmati tulisan-tulisan awal Adian ini yang menurut saya cukup cerdas, meski belakangan mulai menurun kualitasnya disbanding masa-masa awal sekitar tahun 2002-2003.

Namun setidaknya, ibarat menonton sebuah permainan tinju, “pertarungan pemikiran” ini mulai bisa dirasakan enaknya. Sedikit seimbang (walah masih tidak seimbang, karena Ulil cs didukung koran/media besar, sedang gagasan-gagasan penentangnya hanya ada di sebuah media kecil)

Setidaknya kala itu, www.hidayatullah.com, saya lihat begitu agresif menampilkan counter pemikiran kelompok-kelompo sebut saja dari Jaringan Islam Liberal (JIL). Jika kelompok Ulil CS (seperti Abdul Moqsith atau Musdah Mulia) menulis di Kompas atau di situs JIL, bisa ditebak, esoknya,www.hidayatullah.com pasti menampilkan counter (jawaban) secara cerdas.

Lihat saja artikel “Nabi Perempuan: Adakah?” artikel ini ditulis Qosim Nursheha Dzulhadi (01/11/2006) atau tulisan “Jinayat JIL Terhadap Siroh dan Usul Fiqh” oleh Hizbullah Mahmud (15/09/2006), jugaJinayat JIL Terhadap Fiqh dan Fuqaha oleh Thoriq (15/11/2006) semua adalah tulisan counter nya atas artikel di situs IslamLIB.com

Artikel “Natal, Syafaat dan Sinkretisme Teologis” oleh Qosim Nursheha Dzulhadi (08/01/2006) dan  “Akal-Akalan Dalam Ijtihad” oleh Hizbullah Mahmud (06/07/2006) serta “Benarkah Semua Pendapat Boleh Di Ikuti” olah Thoriq (02/10/2006” adalah counter tulisan A. Moqsith Ghazali di situs islamlib.com pada 25/10/2006 berjudul “Nabi Perempuan”.

Menurut Qosim, apa yang disimpulkan Moqsith adalah keliru. Anggapan ulama yang menganggap ibu Musa dan sarah sebagai nabi harus  dilihat lagi secara kritis. Karena tidak ada penjelasan rinci yang menyatakan keduanya dianggap sebagai nabi.

Artikal “Jinayat JIL Terhadap Siroh dan Usul Fiqh” (oleh Hizbullah Mahmud) adalah counter artikel dari Moqsith Ghazali dalam kolom editorial situs islamlib.com berjudul “Membentengi Islam” (28/08/2006).

Dalam tulisannya, Moqsith mengatakan bila Nabi sendiri merupakan pribadi yang tak segan untuk belajar  dari orang lain, termasuk belajar dari Waraqah bin Naufal, sepupu Khadijah yang bergama Kristen.

Namun bagi Hizbullah, tulisan Moqsith dengan menyatakan: “Pertama, Moqsith mengatakan bahwa Nabi SAW adalah orang yang tak  segan belajar dari orang lain. Alkisah Nabi pernah bertanya kepada  Waraqah Bin naufal, sepupu Khadijah (istri Nabi), yang beragama Kristen tentang kejadian aneh yang dialaminya ketika ia bersemedi (tahannuts) di Gua Hira. Padahal semestinya yang bertanya kepada Waraqah bukanlah Nabi, melainkan Khadijah setelah itu Waraqah meminta baginda Rasul untuk menceritakan kejadian yang dialaminya. Kedua, Moqsith mengatakan bahwa Bayt al-Hikmah, lembaga keilmuan yang didirikan oleh Khalifah VII Bani Abbasiyyah, al-Makmun Ibn Harun al-Rasyid (813-833M) pernah dipimpin sarjana Kristen, Hunayn Ibn Ishaq.

Artikel “Jinayat JIL Terhadap Fiqh dan Fuqaha” (oleh Thoriq) adalah counter tulisan di islamlib.com (08/03/2005) berjudul “Argumen Metodologis CLD KHI”. Menurut Thoriq, dalam tulisan itu sipenulis menilai bahwa ushul fiqh tidak relevan lagi, sehingga sipenulis membuat-buat beberapa kaidah sendiri yang menurut penilaian dia bisa memberi kemashlahatan, keadilan, kerahmatan dan kebijaksanaan. Kaidah ushul fiqh alternatif yang pertama dipromossikan sipenulis adalah al-ibrah bi al-maqasid la bi alfadz (yang dijadikan pijakan adalah tujuan bukan lafadz).

Dari sini kita tahu bahwa sipenulis, menurut Thoriq, tidak mengerti apa itu ushul fiqh. Jadi ada tiga unsur dalam ushul fiqh, ma'rifah dala'il fiqhi (pengetahuan tentang dalil-dalil fiqh), kaifiyah al-istifadah(metodologi penggunaan dalil), danhal mustafid (kriteria mujtahid). Kaidah kedua yang diusulkan penulis adalah jawaz naskh nushus bi al-mashlahah (boleh menaskh nash-nash dengan maslahat).

Menurut Thoriq kaidah ini intinya, sipenulis ingin mengajak umat agar meninggalkan nash-nash al-Qur'an dan Sunnah.

Debat seru pemikiran di pasca tahun 2000-an ini begitu menarik. Sehingga orang Paramadina (Suratno dan Juni Alfiah Chusjairi) menelitinya dan menghasilkan makalah berjudul,  “War of Islamic Ideas in The Internet: GHAZW AL-FIKRI AL-ISLAMI FI AL-INTERNETI A Comparative Study of The Content of JIL’s Website (islamlib.com) and Hidayatullah’s (www.hidayatullah.com)."

Kabarnya, riset yang didukung oleh Universitas Paramadina ini pernah dipresentasikan di  16th AMIC Annual Conference and 1st World Journalism Education Congress, 25-28 Juni 2007, Singapore dan dimuat di: Jurnal Maarif, Vol. 2, No. 6, Desember 2007) [baca: http://www.scribd.com/doc/12394673/Jurnal-Maarif-Institute-Nov-2007]

Belakangan, sejak itulah di Indonesia saya mendengar lembaga Institute for the Study of Islamic Thought & Civilizations (INSIST) lahir. Dan nama-nama baru di khasanah pemikiran Islam di Indonesia muncul. Sebut saja Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, putra ke-9 dari KH Imam Zarkasyi, pendiri Pesantren Modern Gontor Ponorogo, Dr Adian Husaini, Dr Anis Malih Thoha (pakar pluralism agama yang juga anak kader NU),  Adnin Armas, MA, Dr. Nirwan Syafrin, juga anak-anak muda lulusan Mesir dan Timur Tengah seperti Dr. Mukhlis M Hanafi MA, Fahmu Salim dll juga makin banyak buku-buku counter pemikiran dari terbitan Jaringan Islam Liberal-nya Ulil Abshar dkk. Bahkan, munculnya Jurnal Islamia dan rubric serupa di Harian Republika.

Inilah yang oleh Suratno (Paramadina) disebut perang anata “Islam Literal/Islam Lit” (untuk kubuwww.hidayatullah.com) dan “Islam Liberal/IslamLib”. Entah ini istilah dari mana?

Menariknya, di saat counter-counter ini makin banyak, kalangan JIL (yang direpresentasikan di web Islamlib.com justru makin kendur). Belakangan, Ulil justru masuk Partai Demokrat. Beberapa teman-teman setianya yang dulu bersama-sama di Utan Kayu mulai berceceran ke mana-mana.

Hanya menariknya, kata Suratno,  kenyataan menunjukkan bahwa keduanya memiliki beberapa kelebihan yang mungkin tidak dimiliki website lain. Kelebihan tersebut antara lain: (1) keduannya merupakan website yang secara kontinyu meng-update isinya, (2) keduanya telah terbukti menyedot perhatian banyak kaum Muslim dan non-Muslim di Indonesia terbukti dengan tampilan penghitung otomatis jumlah pengunjung website (automatically user account) kedua website yang tak terhitung jumlahnya, dan (3) keduanya menjadi ikon yang merefleksikan dan merepresentasikan pemikiran Islam literal dan Islam liberal di Indonesia pada saat ini.

Riset Suratno yang menggunakan content analysis method dan method of difference menunjukkan,www.hidayatullah.com bersifat aktif dan islamlib.com bersifat pasif.

Pemikiran-pemikiran anak-anak JIL (seiring hadirnya lembaga seperti INSISTS) sudah mulai tidak selaku dahulu.

Kembali pada judul di atas, yang lebih naas lagi, di saat chapter-chapter banyak berdiri, sesungguhnya orang-orang yang dulu aktif di JIL (bisa dilihat aktivitas islamlib.com) sudah mulai banyak yang kurang aktif.

Sementara di saat yang sama, banyak chapter-chapter berdiri,  kelompok yang menamakan gerakan ITJ, masih sebatas kulwit (kuliah twitter) atau bagi-bagi flyer semata.

“In this mask there’s not only flesh. In this mask there’s an idea, Mr. Creedy. And an idea is bulletproof,” ujar V, dalam film “V for Vendetta”. Pemikiran (idea) adalah wujud yang tak tersentuh, dan tak pernah mati.

JIL dan aktivitas di islamlib.com bisa saja mati, tapi idenya tak akan pernah luntur. Masalahnya ide tidak bisa dilawan hanya kulwit dan bagi-bagi flyer. Ide bisa setara jika dilawan dengan ide yang sama dengan produk pemikiran. Lagi pula, melawan pemikiran JIL hanya dengan bagi-bagi flyer, sesungguhnya telah telat 12 tahun lama. Semoga kritik ini bisa memberi semangat yang baca. Lallahu a’lam.*

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun