Pada suatu hari disebuah rumah. Ada beberapa orang berkerumun. Aku yang baru pulang kerja terhentak melihat orang-orang sedang berkumpul. Kakiku pun melangkah dengan begitu cepat saat melihat wajah Ani yang begitu pucat.
"Ada apa..." sautku kepadanya.
Ani terdiam membisu. Matanya sayu dan bibirnya yang tertutup rapat enggan berkata kepadaku.
Ani merupakan adiku yang paling bungsu. Yang kuketahui, selama ia hidup selalu menjadi gadis yang riang dan gembira.
Saat kutanya kembali, "Ani ada apa..." Ia masih tak menjawab dan hanya menatap wajahku dengan tatapan yang kosong.
Rumah ini semakin menjadi asing meskipun isi dan sejarahnya telah kumiliki. Bersama Bowo yang merupakan adikku yang kedua. Ia sama seperti Ani, selalu riang dan gembira. Kami sedari  kecil selalu menghabiskan waktu bersama-sama sebelum kedatangan Ani.
Aku pun bertanya kembali kepada Ani,
"Ani... mana Bowo?"
Air matanya pun berlinang membasahi kedua pipinya yang lembut. Ia masih menatapku dengan wajah yang tak karuan. Tatapan nya yang kosong mengheningkan segala perasaan dan suasana pun menjadi hening. Aku pun tahu, bahwa air mata yang telah membasahi adikku yang manis ini merupakan sebuah tanda dari kehilangan seseorang. Meski umurnya belum cukup untuk mengetahui apa arti dari kematian itu, tetapi hati nya sudah mampu mengenali rasa sakit ditinggalkan oleh orang-orang yang ia cintai.
Akupun terdiam sejenak dan duduk disamping Ani. Dengan wajah yang lesu, dan kemejaku yang lusut, aku membayangkan beberapa hal yang telah kulewati bersama Bowo. Betapa indah...namun cukup menyakitkan apabila untuk di kenang kembali.
Dalam hatiku bergumam
"Inikah arti kematian itu? Ia yang mampu menusuk-nusuk kedalam kalbu....."
Ani pun menepuk pundaku sambil berkata
"Aa teh nyari bowo? Dia mh belum pulang....."
Sontak akupun kembali diam dan merasa aneh.
"Jadi Bowo belum mati, de?"
"HAH!., Ai Aa kenapa? Bowo mh belum pulang, masih dirumah temennya"