SAAT paparan ini dibuat Anies Baswedan masih berada di Gedung Merah Putih yang menjadi markas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gubernur DKI Jakarta itu menghadapi rangkaian pertanyaan dari para penyidik lembaga antirasuah sebubungan dengan dugaan kasus korupsi dari penyelenggaraan lomba balap mobil listrik, Formula E, pada 4 Juni 2022 di Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC), Ancol, Jakarta Utara. KPK mendalami dugaan penggelembungan anggaran pembangunan sirkuit dan besarnya commitment fee penyelenggaraan Formula E 2022, 2023 dan 2024 yang harus dibayarkan oleh Pemprov DKI Jakarta melalui APBD.
Pemeriksaan yang dilakukan KOK terhadap Anies dianggap wajar mengingat adanya kecurigaan terkait besarnya dana pertanggungan yang menjadi beban Pemprov DKI Jakarta tersebut. KPK sependapat dengan Badan Pemeriksa keuangan (BPK) yang menyebut Anies sudah melampaui kewenangannya untuk mengesahkan anggaran yang harus ditanggung oleh Pemprov DKI Jakarta, sementara masa jabatannya sudah berakhir pada 16 Oktober 2022 mendatang.
Yang jelas, pemeriksaan Anies oleh KPK dalam kaitannya dengan penyelenggaraan Formula E itu sangat mungkin berdampak pada keinginannya untuk tampil di Pilpres 2024. Pemeriksaan KPK terhadapnya memang baru awal, tetapi bukan berarti juga langsung tuntas. Ada pertaruhan besar yang harus dihadapi oleh Anies.
Pemeriksaan yang dilakukan KPK kepada Anies sekarang ini bukannya tidak berimplikasi pada masa depannya. Pemeriksaaan yang dilakukan menjelang masa purnabakti Anies ini juga menumbuhkan tanda tanya besar. Mengapa dilakukan menjelang Anies pensiun?
Dari penelururan penulis, pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK ini juga menimbulkan kegeraman dari para pendukung Anies. Ada yang secara terbuka menyebut jika KPK menerima pesanan untuk memeriksa Anies secara intensif. Para loyalis Anies mendesak KPK untuk bersikap obyektif dalam memeriksa Anies soal Formula E itu. Mereka menilai Anies tidak bersalah dan jangan sampai terkesan dikriminalisasi.
Kendati demikian ada juga pendapat yang menyatakan jika memang ada keterlibatan Anies dalam penyalahgunaan wewenang, atau bersikap abused power terkait pelaksanaan Formula E itu, KPK wajib untuk secara obyektif menjelaskan adanya kerugian negara dari tindakan Anies tersebut.
Pemeriksaan KPK kepada Anies tentunya juga bisa memengaruhi sikap dari partai politik yang sejak awal menempatkannya sebagai figur calon presiden (capres) pada Pilpres 2024, terutama NasDem. Sangat mungkin Surya Paloh dkk di NasDem kini "wait and see", tunggu dan lihat. Demikian juga dengan beberapa partai yang sudah melirik mantan Rektor Universitas Paramadina dan Mendikbud tersebut.
Pemeriksaan KPK juga sangat mungkin memengaruhi elektabilitas Anies dalam percaturan politik menuju Pilpres 2024 mendatang. Tingkat keterpilihan dan popularitas Anies dalam berbagai survei sejak setahun terakhir cukup signifikan untuk melambungkan namanya sebagai salah satu capres pengganti petahana Joko Widodo. Namun, bisa jadi pemeriksaan KPK sekarang ini membuat popularitas dan elektabilitas Anies jeblok. Bahkan bisa sampai ke titik nadir jika pemeriksaan KPK terus berlanjut dengan spekulasi Anies pada akhirnya memakai rompi kuning KPK, sebagai tersangka.
Dari penelusuran penulis, penyelidikan KPK atas dugaan adanya korupsi terkait penyelenggaraan Formula E sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum lomba single-seater listrik itu dilangsungan pada 4 Juni lampau. Proses lidik sudah digeber sejak setahun silam. Berbagai pihak terkait sudah dimintai keterangan, termasuk Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi yang sudah lebih dulu mendatangi Gedung Merah Putih pada 22 Maret 2022.
Prasetyo Edi Marsudi, yang meski insan penyuka otomotif fanatik, termasuk yang sejak awal kontra dengan Anies Baswedan. Dia terang-terangan mengkritisi biaya komitmen Formula E yang disetor Pemprov DKI yang terus menjadi sorotan masyarakat. Apalagi, total commitment fee yang ditanggung APBD DKI berbeda jauh dengan commitment fee di kota-kota belahan dunia lain yang juga menyelenggarakan Formula E.
Kita ketahui bahwa perbedaan commitment fee awalnya dipertanyakan oleh Fraksi Partai PSI DPRD DKI. Wakil Ketua Komisi E dari F-PSI, Anggara Wicitra, mengungkap total commitment fee yang ditanggung APBD DKI sebesar 122,102 juta pound sterling atau setara Rp 2,3 triliun. Itu jauh lebih besar dari biaya Nomination Fees for the City of Montreal, Kanada, sebesar C$ 151 ribu atau setara Rp 1,7 miliar dan race fees sebesar C$1.5 juta atau setara Rp 17 miliar dengan total biaya sebesar Rp 18,7 miliar. Bahkan, penyelenggaraan Formula E di Kota New York, Amerika Serikat, tidak dikenai biaya commitment fee.