Bisa kita bayangkan jika apa-apa yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus diputuskan melalui pilsung karena rakyat merasa berhak 'secara langsung' menentukan kebijakan negara seperti halnya keputusan model pemilihan oleh legistatif.
Keputusan tentang kelanjutan kontrak karya eksploitasi sumber daya alam dengan asing, atau kenaikan harga BBM atau minyak misalnya juga harus dilakukan dengan pemilihan secara langsung melalui PILSUNGKEM atau Pemilihan Langsung Kenaikan Minyak. Tentu akan merepotkan.
Memilih, mengangkat, melantik, mengkritik, menurunkan, mengganti, dan memilih kembali para pemimpin eksekutif, legistatif atau yudikatif sudah ada payung konstitusi yang mengaturnya. SOP negara ini sudah ada. Jika ada yang harus dirubah SOP nya maka kembalikan kepada mekanisme konstitusi yang ada. Maka Insya Allah tidak akan 'rame dan rusuh.
Namun apa daya, rakyat Indonesia sekarang sudah semakin pintar. Bukan pintar berfikir atau pintar mengkritik. Tapi pintar membully, pintar berperilaku anti kritik, pintar memfitnah, dan pintar menuduh pihak lain memfitnah. Selama hampir setahun ini wajah bangsa Indonesia yang dikenal santun ternyata sudah berubah menjadi santan, cairan yang terlihat putih bersih namun bisa menyebabkan penyakit magh.
Pilsung dan Piltaksung menjadi istilah yang ngetren dalam beberapa pekan ini. Entahlah, model pemilihan apa yang benar yang dimaui Tuhan. Para ulama, pakar ilmu syariah dan ilmu politik yang mungkin lebih memahaminya.
Kalau boleh usul, mungkin 'bisa dicoba' pemilihan berjenjang. Warga satu RT bermusyawarah menentukan wakil pemimpinnya. Wakil-wakil RT terpilih ini kemudian berkumpul lagi untuk bermusyawarah menentukan wakil pemimpin level RW. Dilanjutkan dengan musyawarah level desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan akhirnya presiden. Mungkin dengan cara ini akan terpilih pemimpin-pemimpin bangsa terbaik yang terpilih melalui musyawarah berjenjang dan di setiap jenjang pemerintahan. Tentunya musyawarahnya cukup disuguhi air putih saja supaya tidak boros. Karena musyawarah bukanlah sebuah pesta seperti halnya democrazy.
“ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan Ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, kembalikalah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu).” [QS An-Nisa’/4: 59]
Wallahu a'lam ...
Referensi yang bisa menjadi bahan bacaan ringan:
http://fisip.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/JURNAL-ILMU-PEMERINTAHAN-BARU-KOREKSI-last_86_104.pdf
http://politik.kompasiana.com/2012/12/30/sistem-pemerintahan-dalam-islam-515126.html
http://hizbut-tahrir.or.id/2012/09/27/sistem-pemerintahan-islam-adalah-sistem-khilafah-bukan-sistem-lainnya/
http://kwikkiangie.com/v1/2012/03/kontroversi-kenaikan-harga-bbm/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H