Mohon tunggu...
rudiansyah g.kating
rudiansyah g.kating Mohon Tunggu... -

Mencoba bersuara dari ujung langit, batas rimba belantara dan awal tetesan air sekedar bersuara dan berharap mamberikan manfaat untuk kita dan anak-anak kita, setidaknya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Bilang "Bodoh" Pantaskah?

28 Mei 2013   10:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:55 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Suatu hari ketika saya menyalurkan hobi J2GJ2 (jalan-jalan gak jelas juntrungannya) ini istilah saya saja lho, sambil nenteng kamera prosumer murahan buatan Amerika. Saya melewati sebuah sekolah di sebuah desa, saya iseng mampir di warung sekolah (karena belum layak disebut kantin hehehe) kebetulan saya kenal sama suami yang punya warung. Ibu warung malu-malu ketika saya pesan minuman es kebetulan cuaca pagi menjelang siang itu lumayan panas.

Tidak terlalu penting kiranya kalau saya ceritakan gimana wajah malu-malu Sang Ibu, namun ada yang menarik dari pertemuan itu. Sang Bapak yang berprofesi sebagai pekerja serabutan yang juga nimbrung dalam pembicaraan itu ternyata punya pemikiran dan visi yang luar biasa tentang pendidikan anaknya. "Saya tidak menuntut banyak dengan anak saya Pak, kecuali satu hal anak saya harus menjadi yang lebih baik dari saya, kalau sekarang saya bekerja mencari uang mengandalkan tenaga paling tidak saya menginginkan anak saya nanti bekerja tidak menggunakan tenaga tetapi mengandalkan keahlian dan otak" katanya sambil sesekali menghisap rokok merk pensil.

Saya sangat percaya dengan niat dan cita-cita bapak dan ibu warung tersebut, dan saya sangat percaya tidak hanya satu dua bahkan semua orang tua di kabupaten lamandau ini memiliki harapan yang sama dengan bapak ibu tadi. Tak kurang pemerintah daerah pun memiliki visi dan misi yang sebenarnya mengakomodir hasrat dan cita-cita orang tua tadi (kekurangan memang selalu ada, tetapi itulah tugas kita untuk seoptimal mungkin berjuang).

Masih dengan keisengan saya yang memang terkenal iseng dan usil (walau gak pernah dapat hadiah dalam acara iseng-iseng berhadiah sih), setelah dari kantin saya jalan-jalan sambil tengak-tengok memperhatikan aktifitas sekolah yang saat itu sedang berlangsung. Kejadian aneh saya perhatikan di beberapa kelas. Dari enam kelas yang ada saya melihat guru kelas satu dan kelas dua yang sedang mengajar menulis dan membaca dengan sedikit riuh (namanya juga anak kelas satu dan dua toh kita dulu juga sama hehehe) guru kelas enam sedang mondar-mandir ngawasi siswa yang sepertinya sedang ulangan, sedangkan di kelas yang lain sepertinya agak aneh yakni kelas lima ada seorang guru yang sedang asyik berbicara entah menjelaskan materi atau ngobrol atau apa yang jelas terlihat guru tersebut sedang duduk diatas meja guru sambil bersila pula (alamak hiba kalo macam nian) sedangkan di dua kelas yang lain siswanya sedang sibuk mencatat dengan seorang siswa didepan kelas mencatat dipapan tulis, dari tulisannya saya tahu pasti mereka sedang mencatat matematika, sedang dikantor saya melihat beberapa guru sedang asyik mengobrol (maaf topiknya saya gak mendengar).

Saya jadi bertanya apa benar? anak kelas tiga atau empat belajar matematika dengan mencatat. Menurut saya anak kelas tiga itu membaca dan menulis saja belum lancar (bahkan ada yang belum bisa membaca lho...) apa lagi di daerah pedesaan yang belum ada TK atau PAUD. Apalagi tidak didampingi guru, bagaimana dia bisa memahami proses dan pengejawantahan dari materi matematika tersebut. Dan menurut beberapa konsef pembelajaran matematika itu seharusnya diajarkan melalui proses empiris yang meliputi eksplolrasi, elaborasi dan konfirmasi.

Permohonan maaf saya sampaikan, tidak sedikitpun ada niat untuk memojokan profesi guru apalagi sekolah tetapi tulisan ini perlu saya sampaikan sebab menurut apa yang saya yakini bahwa profesi guru merupakan adalah profesi yang layak dikatakan sebagai kartu As dalam keberhasilan pendidikan. Dan proses belajar yang kita lakukan hari ini akan mempengaruhi proses belajar anak itu ke depan. Dalam pandangan saya kalo pendidikan diumpamakan seperti orang membuat bangunan pendidikan tingkat dasar itu bagaikan kegiatan survey, meliputi uji kelayakan dan segala macam sehingga dalam pendidikan dasar itu akan dapat diketahui minat dan bakat anak. Kemudian pendidikan tingkat menengah menjadi awal untuk mengembangkan bakat dan minat tersebut yang bisa diumpamakan sebagai ajang untuk membersihkan atau mempersiapkan lahan yanga akan didirikan bangunan, sehingga minat dan bakat itu akan berjalan sebagaimana layaknya. Selanjutnya kegiatan membangun yang di umpamakan sebagai pendidikan tinggi.

Hal yang akan saya kemukakan adalah apa yang terjadi kalau proses pendidikan di masa awal tidak berjalan sebagaimana mestinya?

Sebenarnya membicarakan kegiatan pembelajaran atau guru bagi saya sama seperti pepatah "menepuk air di dulang memercik muka sendiri". Namun apapun itu apa salahnya kalau yang saya ungkapkan ini dapat kiranya sedikit menyegarkan ingatan akan janji yang terpatri dalam nurani bahwa sebenarnya kita adalah unsur terpenting dalam pendidikan dan ditangan kitalah masa depan generasi kita ini, pendek kata menjadi ustazt atau perampok, menjadi kyai atau koruptor, menjadi penjuang atau pembangkang tergantung contoh dan apa yang kita lakukan sekarang.

Kurang apalagi pemerintah berusaha meningkatkan dan membangun pendidikan kita, 2004 pemerintah memperbaiki kurikulum dengan mengeluarkan kurikulum KBK, yang kemudian di sempurnakan dengan KTSP tahun 2006 dilanjut dengan KTSP yang berbasis Karakter (PENDIKAR) dan sekarang telah diuji coba di lima kota besar di Indonesia yaitu kurikulum 2013 yang disebut sebagai Kurikulum berbasis sains, dan akan diberlakukan dibeberapa sekolah bulan Juni 2013 ini. Namun betapapun baiknya kurikulum semua tergantung dari bagaimana pelaksanaan dari kurikulum tersebut, dan salah satu unsur pelaksana dari kurikulum itu adalah guru (unsur yang lain tidak diungkapkan disini karena saya kurang memahaminya). Garda terdepan inilah sebenarnya yang menjadi andalan.

Tidak bisa disangkal guru yang baik dan pintar akan menghasilkan siswa yang baik dan pintar, sebaliknya guru yang tidak baik pasti akan menghasilkan siswa yang tidak baik juga. Dalam konteks pendidikan berkarakter guru sebenarnya tidak hanya mengajarkan ilmu tetapi juga mengajarkan sikap. Mengajarkan ilmu dapat dilakukan dengan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi tetapi sikap harus disampaikan dengan ketaladan. Jadi bagaimana siswa akan menjadi siswa yang sopan dan beradab kalo mereka diajarkan sambil duduk diatas meja, atau bagaimana siswa disuruh rajin kalau guru sendiri tidak menunjukan sikap rajin atau malah terlihat malas. Guru menyuruh siswa rajin belajar sementara guru tidak pernah belajar, tidak pernah membaca, atau malah lebih suka menonton entertaint dan fecebook-an ketimbang memperdalam ilmu dan menambah wawasan. Disisi lain guru mengajarkan siswa untuk berusaha dan berjuang sementara gurunya sendiri suka mengambil jalan pintas, berlaku curang menghalalkan segala cara atas dasar orang juga berlaku sama dan hanya mengejar nilai angka atau meterial semata.

Jadi alangkah indahnya jika saat ini kita merenungi diri kita, akan hal yang kita lakukan saat ini pantaskah kita menjadi teladan bagi anak-anak kita, sudah pantaskah kita menjadi guru bagi anak-anak kita, mari kita semua merasa bodoh sehingga kita mau belajar ketimbang menunjukan kepintaran untuk menutupi kebodohan. Pantaskah guru mengatakan siswa bodoh atau dibilang bodoh? Ini cius lho... semua tergantung kita dan hati nurani kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun