Mohon tunggu...
RUDIANSAH
RUDIANSAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akun pelajar

Kerja kerja dan kerja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Relevasi Hukuman Mati dalam Tindak Pidana Khusus Diindonesia antara Keberlanjutan dan Hak Asasi Manusia

5 Juni 2024   21:17 Diperbarui: 5 Juni 2024   21:28 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hukuman mati merupakan salah satu bentuk hukuman tertua yang masih diterapkan di beberapa negara hingga saat ini. Namun, ada sejumlah argumen yang mendukung tidak berjalannya hukuman mati dan menjadikannya topik kontroversial dalam diskusi hukum dan etika.

Salah satu alasan utama menentang hukuman mati adalah pandangan bahwa tindakan tersebut melanggar hak asasi manusia, khususnya hak untuk hidup. Menurut Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, setiap individu memiliki hak yang melekat untuk hidup, dan hukuman mati secara langsung meniadakan hak ini.

Tidak jarang terjadi kesalahan dalam sistem peradilan pidana, di mana individu yang tidak bersalah dapat dijatuhi hukuman mati. Mengingat sifat hukuman yang tidak dapat diubah, kesalahan yudisial ini menimbulkan konsekuensi yang sangat fatal. Beberapa kasus di berbagai negara telah menunjukkan bahwa orang yang dihukum mati kemudian terbukti tidak bersalah, dan ini memperkuat argumen bahwa sistem peradilan manusiawi memiliki potensi kesalahan yang tidak dapat 

Banyak penelitian menunjukkan bahwa hukuman mati tidak lebih efektif dalam mencegah kejahatan dibandingkan hukuman penjara seumur hidup. Tingkat kejahatan tidak menunjukkan penurunan yang signifikan di negara-negara yang menerapkan hukuman mati dibandingkan dengan negara-negara yang tidak menerapkannya. Ini menunjukkan bahwa faktor-faktor lain, seperti kondisi sosial-ekonomi dan efektivitas penegakan hukum, lebih berpengaruh dalam mencegah kejahatan.

Dari sudut pandang moral dan etika, hukuman mati sering dianggap sebagai tindakan yang tidak bermoral karena mengambil nyawa manusia dengan sengaja. Argumen ini didukung oleh banyak ajaran agama dan filsafat yang mengajarkan pentingnya memaafkan dan memberikan kesempatan kedua, serta menghargai kehidupan manusia 

Pelaksanaan hukuman mati seringkali lebih mahal daripada hukuman penjara seumur hidup. Proses hukum yang panjang dan rumit, termasuk banding dan proses pengadilan yang berlarut-larut, membutuhkan sumber daya yang besar. Dana tersebut bisa dialokasikan untuk program rehabilitasi, pencegahan kejahatan, dan peningkatan sistem peradilan yang lebih efektif.

Menghapus hukuman mati dapat dilihat sebagai langkah maju dalam peradaban manusia, yang berusaha untuk lebih menghargai hak asasi manusia, menghindari risiko kesalahan yudisial, dan menerapkan pendekatan yang lebih manusiawi dan efektif dalam penegakan hukum. Dalam konteks ini, perdebatan mengenai hukuman mati bukan hanya soal keadilan, tetapi juga soal kemanusiaan dan nilai-nilai yang kita anut sebagai masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun