Pengantar
Revolusi Perancis yang meletus pada 1789 bukan sekadar pergolakan politik, tetapi juga simbol dari perubahan besar dalam cara manusia memahami kekuasaan, hak-hak individu, dan tatanan sosial. Revolusi ini tidak muncul dalam ruang hampa---ia didorong oleh gagasan-gagasan yang telah berkembang selama lebih dari satu abad sebelumnya. Filsafat Pencerahan (Enlightenment) menjadi fondasi intelektual yang membentuk kesadaran rakyat Perancis terhadap ketidakadilan, sekaligus memberi mereka harapan akan dunia yang lebih adil dan rasional.
Pada abad ke-17 dan ke-18, Eropa dipenuhi dengan perdebatan intelektual yang menantang dogma lama yang menempatkan kekuasaan raja dan gereja sebagai otoritas tertinggi. Para filsuf seperti Voltaire, Rousseau, Montesquieu, dan Diderot tidak hanya mempertanyakan legitimasi kekuasaan absolut, tetapi juga menggagas konsep-konsep baru tentang kebebasan individu, demokrasi, dan hak asasi manusia. Ide-ide mereka menyebar luas melalui buku, pamflet, dan diskusi publik, menginspirasi berbagai kalangan---dari kaum borjuis yang menuntut perwakilan politik hingga rakyat jelata yang ingin bebas dari penindasan feodal.
Di antara pemikir-pemikir besar itu, Denis Diderot memainkan peran unik dengan Encyclopdie-nya. Ensiklopedia ini bukan sekadar kumpulan ilmu pengetahuan, melainkan senjata intelektual yang membongkar dominasi gereja dan monarki atas pendidikan dan informasi. Dengan menghadirkan ilmu pengetahuan secara rasional dan terbuka, Encyclopdie membantu menciptakan kesadaran baru di masyarakat bahwa dunia tidak harus diatur oleh dogma dan tradisi, melainkan oleh pemikiran kritis dan hukum yang adil.
Tulisan ini akan mengupas bagaimana para filsuf dan pemikir Pencerahan, termasuk Diderot, membentuk pemikiran revolusioner yang mengguncang Perancis dan dunia. Dengan memahami peran mereka, kita dapat melihat bahwa revolusi bukan hanya tentang pertempuran di jalanan, tetapi juga tentang pertempuran gagasan yang mengubah peradaban selamanya.
John Locke: Pemikir tentang Hak Alamiah dan Konsep Pemerintahan yang Sah
John Locke (1632--1704) adalah salah satu pemikir terbesar dalam sejarah filsafat politik dan ideologi demokrasi. Pemikirannya mengenai hak-hak alamiah, kebebasan individu, dan kontrak sosial sangat mempengaruhi gerakan revolusi di banyak negara, termasuk Revolusi Perancis. Locke berargumen bahwa setiap individu dilahirkan dengan hak-hak alamiah yang tidak dapat dicabut oleh siapa pun, termasuk negara atau pemerintah. Hak-hak ini terdiri dari tiga aspek dasar: hak untuk hidup, hak atas kebebasan, dan hak untuk memiliki properti.
Hak Alamiah sebagai Dasar dari Revolusi
Locke meyakini bahwa hak-hak alamiah ini tidak bergantung pada hukum negara atau keputusan manusia, melainkan merupakan bagian dari kondisi dasar manusia. Dalam pandangannya, setiap individu memiliki hak yang melekat untuk melindungi dirinya sendiri, serta untuk memiliki dan mengelola harta miliknya. Dalam Two Treatises of Government, Locke menulis bahwa hak-hak ini harus dihormati oleh setiap pemerintah, yang seharusnya tidak melanggar kebebasan atau properti rakyat.
Kritik Locke terhadap kekuasaan absolut raja sangat relevan dengan situasi Perancis pada abad ke-18, yang dipimpin oleh monarki absolut Louis XVI. Locke menentang gagasan bahwa raja memiliki kekuasaan absolut yang diberikan oleh Tuhan atau berdasarkan tradisi. Baginya, kekuasaan seorang penguasa sah hanya jika itu berdasarkan persetujuan rakyat---sesuatu yang disebutnya sebagai "persetujuan yang diperoleh melalui kontrak sosial." Jika seorang penguasa atau pemerintah tidak lagi melindungi hak-hak alamiah rakyat, maka rakyat berhak untuk mengubah atau bahkan menggulingkan pemerintah tersebut.
Konsep Kontrak Sosial dan Pemerintahan yang Sah