Pendahuluan
Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770--1831) adalah salah satu filsuf terbesar dalam tradisi filsafat Jerman yang sangat berpengaruh pada pemikiran abad ke-19. Hegel merupakan penerus dari tradisi filsafat Immanuel Kant, namun ia mengembangkan sistem filosofisnya dengan cara yang sangat berbeda, membangun apa yang dikenal sebagai idealism atau idealisme objektif.
Kant, dalam Kritik terhadap Akal Murni (1781), menyatakan bahwa kita tidak dapat mengetahui dunia sebagaimana adanya, melainkan hanya melalui struktur pikiran kita. Pemikirannya menegaskan batasan-batasan pengetahuan manusia, yang kemudian menjadi dasar filsafat modern. Kant memperkenalkan ide bahwa pengetahuan tentang dunia terbatas oleh kategori-kategori inderawi dan pikiran manusia. Kant berusaha menyatukan rasionalisme dan empirisme, tetapi dia menekankan bahwa akal manusia tidak dapat mengenali "benda itu sendiri" (noumena), hanya fenomena yang dipersepsikan oleh indera kita.
Hegel, meskipun mengakui pentingnya pemikiran Kant, berpendapat bahwa Kant gagal mengatasi ketegangan antara dunia fenomena dan noumena. Hegel mengembangkan pemikiran tentang "roh absolut" yang berkembang melalui sejarah dan mengungkapkan dirinya dalam bentuk negara dan budaya. Menurut Hegel, sejarah adalah proses dialektis yang bergerak menuju realisasi kebebasan manusia. Ia memperkenalkan konsep-konsep utama seperti dialektika, roh absolut, dan sejarah sebagai perkembangan rasional.
Pokok Utama Ajaran Hegel
Ajaran Hegel berpusat pada beberapa konsep penting, antara lain:
1. Dialektika:Â
Hegel memandang proses berpikir dan realitas sebagai dialektik---proses yang berkesinambungan antara tesis (kebenaran awal), antitesis (penyangkalan atau oposisi terhadap tesis), dan sintesis (pencapaian kebenaran yang lebih tinggi). Dialektika ini berlaku tidak hanya dalam pikiran manusia, tetapi juga dalam sejarah dan perkembangan realitas.
2. Roh Absolut (Absolute Spirit):Â
Hegel meyakini bahwa dunia ini adalah manifestasi dari "roh absolut," yang melalui proses dialektika, berkembang untuk menyadari dirinya sendiri. Roh ini, pada akhirnya, mencapai kesadaran diri yang sempurna dalam bentuk negara dan budaya.
3. Sejarah sebagai Proses Rasional: