2. Kritik terhadap Konsep Sejarah Universal
Hegel melihat sejarah sebagai sebuah proses yang rasional dan mengarah pada kebebasan manusia. Ia berargumen bahwa sejarah berkembang melalui konflik dan resolusi yang menuju sintesis yang lebih tinggi.
Karl Popper:Â
Popper mengkritik gagasan Hegel tentang sejarah yang dipahami sebagai proses rasional dengan tujuan akhir tertentu. Popper menyebut pandangan ini sebagai historisisme, yang dianggapnya sebagai sebuah kesalahan besar karena mengabaikan kebebasan individu dan potensi perubahan yang tidak dapat diprediksi. Dalam The Open Society and Its Enemies, Popper menghubungkan historisisme dengan totalitarianisme, di mana klaim tentang proses sejarah yang rasional dapat digunakan untuk membenarkan penguasa otoriter.
Friedrich Nietzsche:
 Nietzsche menentang pandangan Hegel tentang sejarah sebagai proses rasional yang menuju kebebasan. Nietzsche lebih mengutamakan kekuatan individu dan penolakan terhadap narasi sejarah yang bersifat teleologis. Bagi Nietzsche, sejarah bukanlah perjalanan menuju kebebasan atau kebaikan universal, tetapi medan untuk ekspresi kekuatan individu yang dapat melampaui norma-norma sosial dan moral.
3. Kritik terhadap Sistem Negara
Hegel memandang negara sebagai perwujudan tertinggi dari kebebasan individu dan moralitas. Namun, pandangan ini mendapat banyak kritik.
Karl Marx:Â
Marx, yang merupakan pengikut Hegel yang terkenal, mengkritik Hegel karena memandang negara sebagai institusi etis dan tempat di mana kebebasan individu terwujud. Menurut Marx, negara bukanlah tempat kebebasan, melainkan alat penindasan yang melayani kepentingan kelas penguasa. Marx membalikkan dialektika Hegel dengan menciptakan materialisme historis, yang menekankan bahwa perubahan sosial terjadi karena konflik kelas dan perjuangan material, bukan karena perkembangan ide atau roh absolut.
Mikhail Bakunin:Â