Bila kau rasa terik memanggang setiap hari,
Maka itu artinya bumi sedang menangis sendiri.
Semua itu terjadi karena kita tak peduli,
Menebang hutan, membakar mimpi hijau di pagi hari.
Bila kau lihat lautan naik melahap pantai,
Maka itu artinya alam tak lagi damai.
Semua itu terjadi karena tamak yang tak kunjung selesai,
Menggali dasar bumi, merobek hatinya hingga rapuh dan layu.
Bila kau dengar dentuman perang di kejauhan,
Maka itu artinya manusia lupa makna perdamaian.
Semua itu terjadi karena nafsu kuasa melampaui kemanusiaan,
Membuat darah jadi mata uang dalam perdagangan.
Bila kau saksikan anak-anak kelaparan di jalan,
Maka itu artinya ekonomi rapuh penuh kejahatan.
Semua itu terjadi karena sistem mencipta jurang perbedaan,
Yang kaya semakin angkuh, yang miskin terpuruk kehilangan harapan.
Bila kau hirup udara penuh debu dan asap,
Maka itu artinya kota telah berubah jadi jerat.
Semua itu terjadi karena keserakahan yang melumat,
Membangun beton tanpa cinta, melupakan semesta yang kian sesak.
Bila kau rasa musim tak lagi menentu,
Maka itu artinya iklim berubah menjadi musuhmu.
Semua itu terjadi karena janji-janji palsu,
Tentang energi hijau yang hanya tersimpan di buku.
Bila kau dengar jerit-jerit satwa di hutan,
Maka itu artinya habitat mereka musnah perlahan.
Semua itu terjadi karena rakusnya tangan manusia,
Memburu, menjual, menghancurkan ekosistem yang ada.
Bila kau lihat kota terkubur dalam banjir besar,
Maka itu artinya alam membalas segala ingkar.
Semua itu terjadi karena kita lupa memperbaiki,
Parit-parit tergenang, sungai tersumbat limbah tak bertepi.
Bila kau rasa teknologi justru memisahkan,
Maka itu artinya kemajuan tak lagi memanusiakan.
Semua itu terjadi karena nafsu konsumsi melampaui kebutuhan,
Hidup kita terikat layar, lupa bersentuhan.
Bila kau lihat kemiskinan meluas bagai api,
Maka itu artinya janji keadilan hanyalah mimpi.
Semua itu terjadi karena para pemimpin buta nurani,
Memupuk kuasa tanpa peduli rakyat mati.