Di persimpangan waktu yang penuh tanda,
Manusia berjalan dengan mata terbuka,
Namun, hatinya tertutup oleh kilau maya,
Dunia menawarkan mimpi dalam layar kaca.
Cahaya neon menjadi pelita jiwa,
Bersinar terang, memabukkan rasa,
Namun makna hidup terselip entah di mana,
Diganti janji instan yang tak pernah nyata.
Rayuan zaman, seperti sirene di laut lepas,
Mengundang jiwa, membius tanpa batas,
Apa arti esensi dalam gemuruh ini?
Ketika semuanya berlalu tanpa henti.
Kita memuja layar lebih dari pelukan,
Mengukur cinta dengan notifikasi dan cuitan,
Hingga lupa aroma angin dan suara hujan,
Yang dulu mengisi hati tanpa beban.
Di balik gemilang kota yang tak pernah tidur,
Ada jiwa-jiwa lelah yang mulai hancur,
Mengejar sukses dengan detak detik yang kabur,
Hingga lupa merangkai mimpi yang jujur.
Kita tersesat di jalan yang penuh angka,
Menghitung segalanya, bahkan rasa suka,
Seolah hidup adalah tabel data,
Tanpa jeda untuk bertanya, "Apa arti semua ini sebenarnya?"
Rayuan zaman merangkak ke dalam dada,
Mengubah cinta menjadi transaksi belaka,
Menukar senyum dengan emoji tak bernyawa,
Menghapus sentuhan, mengganti suara.
Kita berlomba menjadi yang tercepat,
Namun lupa tujuan di mana kita melesat,
Meraih piala yang tak pernah memuaskan,
Sementara hati perlahan kehilangan pegangan.
Mimpi menjadi ilusi yang dijual mahal,
Dalam iklan yang menari penuh skandal,
Hidup dituntun seperti boneka dangkal,
Kehilangan makna, kehilangan akal.
Lalu kapan kita berhenti sejenak?
Melihat langit, mendengar detak,
Mencari lagi apa yang sejati,
Sebelum semuanya terlambat untuk diperbaiki.