Di tengah malam penuh bisikan sunyi,
Aku menari dalam mimpi yang tak bertepi,
Berharap langkah-langkahku abadi,
Namun waktu, diam-diam mencuri janji.
Langit berwarna, berubah kelabu,
Mentari impian pun lesu,
Kaki terhenti, napas tertahan,
Seolah takdir melukis batasan.
Kupanggil asa dalam dada,
Menggigil dalam hampa dan luka,
Tapi jejak mimpi tertulis pudar,
Tersapu angin, hilang tanpa sadar.
Adakah harapan bersemi kembali?
Atau hanya nyanyian sepi yang mengiringi,
Mimpi yang terhenti, tak lagi berlari,
Menunggu pagi, menanti arti.
Mimpi-mimpi yang pernah membara,
Kini redup, tak lagi bersuara,
Menyisakan sisa-sisa cerita,
Yang tergantung di langit senja.
Rindu pada masa yang gemilang,
Saat cita-cita terbang menjulang,
Namun kini hanya bayang melayang,
Seperti ombak di pantai yang hilang.
Apakah jalan ini berujung sia-sia?
Atau hanya jeda dalam harmoni rahasia,
Di mana luka menyulam kekuatan,
Dan rindu menjadi teman perjalanan.
Kutemukan cermin di mata malam,
Memantulkan jiwa yang terasa kelam,
Namun di sudut gelap ada cahaya,
Setitik harapan, setia, dan maya.
Mimpi yang terhenti tak selamanya pudar,
Ia menunggu waktu untuk kembali mekar,
Dalam jiwa yang tak pernah menyerah,
Menghidupkan nyala, meski dengan darah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H