"Perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah." (Lao Tzu)
Lao Tzu, seorang filsuf dan tokoh sentral dalam tradisi Taoisme, hidup sekitar abad ke-6 SM di Tiongkok kuno. Meskipun informasi tentang kehidupannya terbatas dan sering kali diselimuti mitos, diyakini bahwa Lao Tzu adalah seorang pejabat di kerajaan Zhou yang menulis Tao Te Ching, sebuah karya klasik yang mengajarkan tentang harmoni, keseimbangan, dan kehidupan selaras dengan "Tao" atau "Jalan". Ajarannya menekankan nilai-nilai seperti kesederhanaan, kerendahan hati, dan penerimaan terhadap perubahan yang konstan, yang telah memberikan pengaruh mendalam terhadap budaya dan filosofi Tiongkok selama ribuan tahun. Di tengah arus modernisasi yang cepat, ajaran Lao Tzu masih menemukan tempatnya dalam kehidupan masyarakat Tiongkok saat ini, menawarkan panduan yang relevan untuk menghadapi tantangan zaman.
Keseimbangan dengan Alam
Salah satu inti dari ajaran Lao Tzu adalah pentingnya hidup dalam harmoni dengan alam. Dalam konteks Tiongkok modern, di mana urbanisasi dan industrialisasi telah menciptakan tantangan lingkungan yang signifikan, semakin banyak orang yang menyadari pentingnya menjaga hubungan yang harmonis dengan alam. Misalnya, pemerintah Tiongkok telah mengimplementasikan berbagai kebijakan untuk mengatasi masalah pencemaran dan perubahan iklim, seperti program reforestasi yang ambisius dan penggunaan energi terbarukan. Proyek seperti "Green Great Wall" berusaha untuk menghijaukan lahan yang terdegradasi, mencerminkan upaya untuk kembali ke prinsip harmoni yang diajarkan oleh Lao Tzu.
Banyak warga Tiongkok kini berupaya menerapkan prinsip ini dengan memilih cara hidup yang lebih berkelanjutan, seperti pertanian organik dan praktik ramah lingkungan lainnya. Gerakan konsumsi berkelanjutan dan penekanan pada produk lokal semakin populer, dengan banyak konsumen yang mulai menyadari dampak lingkungan dari pola konsumsi mereka. Dalam hal ini, ajaran Lao Tzu tentang keterhubungan dengan alam dan tanggung jawab terhadap lingkungan semakin relevan.
Kesederhanaan dan Gaya Hidup Minimalis
Di tengah kehidupan yang penuh dengan tekanan dan materialisme, prinsip kesederhanaan dalam ajaran Lao Tzu menjadi semakin relevan. Gaya hidup minimalis, yang menekankan pada pengurangan konsumsi dan pencarian kualitas hidup yang lebih baik, semakin diminati di kalangan generasi muda Tiongkok. Misalnya, konsep "suku cadang" atau "sharing economy" telah mendapatkan popularitas, di mana individu berbagi barang dan layanan daripada memiliki semuanya sendiri.
Tren ini tercermin dalam berbagai platform digital yang memfasilitasi penyewaan barang, seperti alat olahraga atau peralatan rumah tangga. Selain itu, pergerakan terhadap gaya hidup yang lebih sederhana dan berkelanjutan mendorong masyarakat untuk mengurangi kelebihan barang dan mencari makna yang lebih dalam dari pengalaman hidup. Di sini, ajaran Lao Tzu tentang kesederhanaan dan memprioritaskan nilai-nilai spiritual sangat sesuai dengan perkembangan sosial saat ini.
Ketenangan dalam Situasi Stres
Persaingan yang ketat dan tekanan sosial di Tiongkok modern sering kali menyebabkan tingkat stres yang tinggi. Di tengah tuntutan pekerjaan yang intens dan ekspektasi sosial yang berat, konsep Wu Wei juga berfungsi sebagai strategi untuk mengatasi tekanan ini. Banyak individu kini beralih ke praktik meditasi dan refleksi diri yang dipengaruhi oleh ajaran Lao Tzu, mencari ketenangan dan keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Berbagai pusat meditasi dan yoga yang menjamur di kota-kota besar Tiongkok mencerminkan pencarian ini. Selain itu, beberapa perusahaan mulai menerapkan program kesejahteraan mental untuk karyawan, seperti sesi meditasi, yang mendukung keseimbangan emosional dan produktivitas. Dengan menekankan pada penerimaan keadaan dan bertindak dengan tenang, prinsip ini membantu individu mengatasi stres dan meningkatkan kualitas hidup mereka.