pemimpin. Pemimpin yang akuntabel bukan hanya dihormati karena keputusannya, tetapi juga dipercaya karena integritasnya.Â
Di tengah perubahan dunia yang cepat dan kompleks, akuntabilitas menjadi salah satu karakter paling penting yang harus dimiliki oleh seorangRobert Behn (2001) dalam bukunya Rethinking Democratic Accountability mendefinisikan akuntabilitas sebagai "kewajiban untuk menjelaskan tindakan dan kinerja kepada mereka yang memiliki hak untuk mengetahui, dan dapat memberikan sanksi jika tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar atau harapan". Â
Ini berarti seorang pemimpin atau organisasi harus siap memberikan alasan atas semua keputusan dan tindakan mereka kepada pihak-pihak yang terlibat atau terdampak.
Dalam era digital, di mana transparansi sering kali menjadi tuntutan, akuntabilitas adalah kunci untuk membangun organisasi yang berkelanjutan dan tim yang solid. Lalu, apa sebenarnya yang membuat seorang pemimpin menjadi akuntabel? Bagaimana prinsip ini dapat diterapkan secara nyata dalam kepemimpinan? Mari kita bahas lebih dalam.
1. Tegas pada Tujuan dan Nilai
Seorang pemimpin akuntabel selalu memiliki visi yang jelas serta memegang teguh nilai-nilai etika dan moral. Tanpa panduan yang jelas, sebuah tim akan kehilangan arah dan sulit mencapai tujuan bersama. Menurut John Maxwell, pakar kepemimpinan, "Pemimpin adalah orang yang tahu jalan, berjalan di jalan itu, dan menunjukkan jalan." Dengan kata lain, pemimpin harus memberikan panduan yang jelas bagi timnya dan memastikan bahwa nilai-nilai yang dijunjung menjadi dasar setiap tindakan.
Satya Nadella, CEO Microsoft, dikenal sebagai pemimpin yang tegas dalam membangun budaya perusahaan yang berfokus pada empati, inovasi, dan pertumbuhan. Ia menerapkan prinsip bahwa setiap tindakan di Microsoft harus mencerminkan nilai-nilai ini, dan dia sendiri menjadi contoh dalam berperilaku sesuai dengan visi tersebut.
2. Transparansi dalam Keputusan
Transparansi adalah landasan dari akuntabilitas. Pemimpin yang akuntabel harus menjelaskan alasan di balik keputusan yang diambil. Hal ini menciptakan rasa kepercayaan dan memperkuat komitmen tim terhadap arah yang dituju.Â
George A. Akerlof dan Robert J. Shiller (2015) dalam bukunya Phishing for Phools menyebut bahwa transparansi adalah "ketersediaan informasi yang jelas dan akurat bagi semua pemangku kepentingan yang terkena dampak oleh suatu keputusan atau tindakan." Dengan kata lain, transparansi menuntut bahwa informasi penting harus disampaikan secara komprehensif agar dapat dipahami oleh semua pihak yang terlibat.
Menurut penelitian dari Harvard Business Review, perusahaan dengan tingkat transparansi yang tinggi cenderung memiliki kinerja tim yang lebih baik dan inovatif karena anggotanya merasa lebih dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.