Hukum Civil Law dan Common Law
Perbedaan SistemSistem hukum di berbagai negara di dunia umumnya dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu sistem hukum civil law dan common law. Keduanya memiliki akar sejarah dan perkembangan yang berbeda, yang memengaruhi cara pengaturan hukum di berbagai negara. Artikel ini akan mengupas secara rinci perbedaan dan persamaan antara kedua sistem ini, sejarah perkembangannya, negara-negara yang menganutnya, serta pandangan dari beberapa ahli hukum.
Perbedaan Sistem Hukum Civil Law dan Common Law
1. Sejarah dan Asal-Usul
a. Civil Law (Hukum Sipil)
Sistem civil law berasal dari Romawi Kuno, lebih khusus dari Corpus Juris Civilis, kompilasi hukum yang dilakukan pada masa kekaisaran Justinian pada abad ke-6 Masehi. Hukum ini kemudian berkembang di Eropa melalui pengaruh universitas-universitas di abad pertengahan, terutama di Italia. Pada abad ke-19, civil law mendapat pengaruh besar dari Napoleonic Code (1804) di Prancis dan Brgerliches Gesetzbuch (BGB) di Jerman, yang kemudian menjadi dasar utama dalam pengembangan hukum sipil modern.
Sistem civil law didasarkan pada kodifikasi hukum, yaitu penyusunan aturan-aturan hukum secara sistematis dalam suatu kitab undang-undang. Hakim dalam sistem ini berperan menerapkan hukum yang telah dikodifikasi oleh legislatif, dan tidak memiliki wewenang untuk membuat hukum.
b. Common Law
Sistem common law berasal dari Inggris setelah penaklukan Norman pada tahun 1066. Sistem ini berkembang dari praktik pengadilan kerajaan yang secara bertahap menyusun kumpulan keputusan yang berfungsi sebagai preseden. Dalam common law, hukum dikembangkan berdasarkan yurisprudensi, yaitu keputusan pengadilan sebelumnya yang diikuti dalam kasus-kasus serupa.
Berbeda dengan civil law, common law tidak bergantung pada kodifikasi, melainkan pada praktik judge-made law, di mana keputusan hakim dalam kasus terdahulu berperan penting dalam membentuk hukum.
2. Karakteristik Utama Civil Law dan Common Law
a. Â Civil Law
Sumber Hukum Utama: Undang-undang atau kodifikasi hukum. Hakim hanya menerapkan aturan yang sudah ditetapkan.
Peran Hakim: Hakim bertindak sebagai penyelidik kasus dan menerapkan aturan yang jelas berdasarkan undang-undang. Hakim tidak menciptakan hukum baru.
Proses Pengadilan: Pengadilan dalam civil law lebih bersifat inkuisitorial, di mana hakim memainkan peran aktif dalam menyelidiki fakta kasus.
Negara Pengguna: Negara-negara yang menganut sistem civil law termasuk sebagian besar negara di Eropa Kontinental seperti Prancis, Jerman, Spanyol, serta banyak negara di Amerika Latin dan Asia seperti Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan.
b. Common Law
Sumber Hukum Utama: Hukum berasal dari keputusan pengadilan sebelumnya (yurisprudensi). Undang-undang tetap ada, tetapi lebih banyak memberikan kerangka umum.
Peran Hakim: Hakim dalam sistem common law tidak hanya menerapkan hukum, tetapi juga menciptakan hukum baru melalui interpretasi keputusan sebelumnya.
Proses Pengadilan: Prosesnya lebih bersifat adversarial, di mana kedua belah pihak berdebat di hadapan hakim yang berfungsi sebagai wasit.
Negara Pengguna: Negara-negara yang menganut sistem common law termasuk Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan negara-negara bekas koloni Inggris lainnya.
3. Perbandingan Kedua Sistem
a. Sumber Hukum
Dalam civil law, aturan hukum berasal dari undang-undang tertulis yang dikodifikasi secara jelas dan rinci. Sementara itu, common law lebih mengandalkan preseden, di mana keputusan dari kasus-kasus sebelumnya menjadi panduan dalam menangani kasus yang serupa di masa depan.
b. Peran Hakim
Pada civil law, hakim memiliki peran terbatas sebagai penerap aturan yang telah ditetapkan oleh pembuat undang-undang. Sebaliknya, pada common law, hakim tidak hanya menerapkan hukum tetapi juga berperan aktif dalam pembentukan hukum melalui putusan-putusan yang diambil.
c. Sistem Pengadilan
Pengadilan civil law lebih terstruktur dan formal, dengan hakim yang memimpin investigasi. Pengadilan common law lebih fleksibel, dengan fokus pada proses argumen dan pembelaan di hadapan juri atau hakim.
4. Pandangan Ahli Mengenai Civil Law dan Common Law
John Henry Merryman, seorang ahli dalam perbandingan hukum, menyatakan bahwa salah satu perbedaan utama antara civil law dan common law adalah pendekatan terhadap keadilan. Menurutnya, common law lebih "fleksibel" karena mengizinkan interpretasi luas dari hukum, sedangkan civil law lebih "pasti" dan dapat memberikan prediktabilitas hukum yang lebih besar.
Roscoe Pound, seorang teoretis hukum Amerika, berpendapat bahwa common law memberikan kesempatan kepada hakim untuk merespon perkembangan masyarakat yang dinamis karena keputusan mereka dapat menciptakan hukum baru. Pound melihat ini sebagai keunggulan dalam menghadapi perubahan sosial.
Pierre Legrand, ahli hukum perbandingan dari Prancis, menekankan bahwa perbedaan antara civil law dan common law bukan hanya teknis, tetapi juga filosofis. Civil law lebih menekankan pada rasionalitas hukum yang tertulis, sementara common law menekankan pada pragmatisme dalam penerapannya.
Persamaan Sistem Hukum Civil Law dan Common Law
Meskipun sistem hukum civil law dan common law memiliki banyak perbedaan dalam sejarah, sumber hukum, dan cara penerapan hukum, keduanya tetap berlandaskan beberapa asas hukum universal yang mendasari setiap sistem peradilan yang adil. Asas-asas ini mencerminkan prinsip-prinsip fundamental yang diakui secara luas untuk menegakkan keadilan dan ketertiban di masyarakat. Berikut ini adalah beberapa persamaan asas hukum antara civil law dan common law:
1. Asas Legalitas (Principle of Legality)
Asas ini menyatakan bahwa tidak ada seseorang yang dapat dihukum kecuali berdasarkan hukum yang sudah ditetapkan sebelumnya. Artinya, baik dalam civil law maupun common law, tindakan seseorang hanya dapat dinyatakan sebagai pelanggaran hukum jika sudah ada aturan tertulis atau preseden sebelumnya yang mengatur bahwa tindakan tersebut adalah ilegal. Asas ini juga mengatur bahwa hukum tidak berlaku surut (non-retroactivity).
Dalam civil law, asas legalitas diwujudkan dalam bentuk kodifikasi hukum yang jelas, seperti dalam undang-undang pidana yang secara rinci menetapkan tindak pidana dan hukumannya.
Dalam common law, meskipun sumber hukum utamanya adalah yurisprudensi, asas legalitas tetap berlaku melalui preseden, di mana seseorang hanya dapat dihukum jika tindakannya sesuai dengan keputusan hukum sebelumnya yang telah mapan.
2. Asas Persamaan di Hadapan Hukum (Equality Before the Law)
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum, tanpa memandang status, kekayaan, atau kedudukan sosialnya. Kedua sistem hukum ini menjunjung tinggi kesetaraan hukum dan menolak diskriminasi.
Di civil law, asas ini tercermin dalam aturan-aturan undang-undang yang bersifat umum dan impersonal, di mana aturan hukum berlaku sama untuk semua orang.
Dalam common law, asas ini diwujudkan melalui penerapan preseden yang konsisten, di mana hakim menerapkan prinsip-prinsip hukum yang sama untuk semua individu, tanpa memandang identitas atau posisi mereka.
3. Asas Keadilan (Justice)
Asas keadilan merupakan prinsip dasar yang menuntut agar hukum mencerminkan rasa keadilan bagi semua pihak. Baik civil law maupun common law berusaha untuk menciptakan suatu sistem hukum yang adil, di mana keputusan yang diambil tidak memihak dan sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang diakui oleh masyarakat.
Pada sistem civil law, keadilan dijamin melalui kodifikasi aturan yang dibuat dengan tujuan untuk mencerminkan kebutuhan masyarakat dan prinsip keadilan substantif.
Di sisi lain, dalam common law, keadilan tercipta melalui penerapan preseden yang dapat mencerminkan fleksibilitas hukum dalam menangani kasus-kasus yang berbeda, memungkinkan interpretasi hukum yang sesuai dengan keadaan khusus.
4. Asas Kepastian Hukum (Legal Certainty)
Kepastian hukum adalah prinsip bahwa hukum harus dapat diprediksi dan diterapkan secara konsisten, sehingga orang mengetahui konsekuensi dari tindakan mereka. Kedua sistem hukum ini sama-sama mendasarkan proses peradilannya pada aturan yang jelas dan terstruktur, yang memungkinkan adanya kepastian bagi individu atau pelaku usaha dalam beraktivitas.
Di civil law, kepastian hukum dihasilkan dari kodifikasi yang sistematis, sehingga orang dapat merujuk pada kitab undang-undang yang jelas dan terperinci untuk mengetahui aturan yang berlaku.
Pada common law, kepastian hukum diwujudkan melalui konsistensi dalam penerapan preseden, di mana keputusan pengadilan sebelumnya berfungsi sebagai pedoman bagi kasus-kasus yang serupa di masa mendatang.
5. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence)
Kedua sistem hukum ini mengakui prinsip praduga tak bersalah, yaitu seseorang dianggap tidak bersalah sampai ada bukti yang cukup yang membuktikan bahwa dia bersalah di pengadilan.
Dalam civil law, asas ini ditegakkan melalui prosedur peradilan yang memastikan bahwa terdakwa tidak dapat dinyatakan bersalah tanpa bukti yang kuat, sesuai dengan standar pembuktian yang tinggi.
Dalam common law, asas ini sangat ditekankan, terutama dalam proses pengadilan yang bersifat adversarial, di mana beban pembuktian sepenuhnya berada di pihak penuntut (prosecutor), sementara terdakwa memiliki hak untuk membela diri dan mempertahankan asumsi tidak bersalah sampai terbukti sebaliknya.
6. Asas Proporsionalitas (Principle of Proportionality)
Asas ini menggarisbawahi bahwa hukuman yang diberikan harus sebanding dengan kesalahan yang dilakukan. Artinya, baik civil law maupun common law mengakui bahwa sanksi yang dijatuhkan harus proporsional dengan tingkat keseriusan pelanggaran hukum.
Dalam civil law, asas ini biasanya diwujudkan dalam bentuk skala hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang, di mana setiap pelanggaran memiliki rentang hukuman yang sebanding dengan tingkat keseriusannya.
Dalam common law, asas proporsionalitas diimplementasikan melalui preseden, di mana hakim dapat mengacu pada kasus-kasus sebelumnya untuk memastikan bahwa hukuman yang dijatuhkan konsisten dan sebanding dengan putusan sebelumnya.
7. Asas Fair Trial (Peradilan yang Adil)
Asas ini menekankan bahwa setiap individu berhak untuk diadili dalam proses pengadilan yang adil dan tidak memihak. Hak-hak dasar seperti hak untuk didengar, hak atas pembelaan yang layak, dan hak atas putusan yang tidak memihak diakui dalam kedua sistem hukum.
Dalam civil law, asas fair trial diterapkan dalam prosedur yang lebih formal dan terstruktur, di mana hakim berperan aktif dalam menyelidiki kasus untuk memastikan bahwa setiap pihak mendapatkan kesempatan yang adil dalam proses tersebut.
Di common law, asas ini tercermin dalam proses peradilan yang bersifat adversarial, di mana kedua pihak beradu argumen di hadapan hakim atau juri yang bersikap netral, dan setiap pihak diberikan hak untuk membela diri secara penuh.
Penutup
Meskipun civil law dan common law berkembang dalam konteks sejarah dan budaya yang berbeda, keduanya tetap berbagi banyak asas hukum fundamental yang mengutamakan keadilan, kepastian hukum, dan hak-hak individu. Asas legalitas, persamaan di hadapan hukum, keadilan, kepastian hukum, dan fair trial merupakan landasan penting dalam menjaga integritas dan keadilan sistem hukum di seluruh dunia.Â
Pandangan ahli seperti Hans Kelsen (teoretisi hukum) menegaskan bahwa prinsip-prinsip dasar hukum ini bersifat universal dan menjadi dasar bagi sistem peradilan yang adil di negara mana pun, terlepas dari sistem hukum yang dianut.
Sistem civil law dan common law memiliki karakteristik dan sejarah yang berbeda, yang membentuk cara hukum diimplementasikan di negara-negara di seluruh dunia. Civil law lebih bersifat kodifikasi dan terpusat pada aturan tertulis, sementara common law lebih bersifat yurisprudensial dan fleksibel. Kedua sistem ini, meskipun berbeda, telah berkembang selama berabad-abad untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat yang terus berubah.Â
Ahli hukum seperti John Henry Merryman dan Roscoe Pound menyoroti perbedaan ini sebagai elemen penting dalam memahami bagaimana keadilan ditegakkan di negara-negara yang menganut kedua sistem ini.
Seiring globalisasi, ada tren untuk saling memengaruhi antara kedua sistem. Beberapa negara yang dulunya murni civil law, seperti Jepang dan Indonesia, kini mulai mengadopsi elemen-elemen common law, seperti preseden dalam putusan pengadilan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun berbeda, kedua sistem ini dapat saling melengkapi untuk mencapai keadilan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H