Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peran Militer dalam Krisis Politik. Oleh : Rudi Sinaba

5 Oktober 2024   17:23 Diperbarui: 5 Oktober 2024   20:20 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Dalam sejarah krisis politik, militer sering kali memainkan peran yang sangat sentral dan menentukan. Kehadirannya dapat memengaruhi stabilitas sebuah negara, baik dalam hal mempertahankan pemerintahan yang sah atau, sebaliknya, menggulingkannya melalui kudeta. 

Peran militer yang demikian krusial telah didukung oleh berbagai pemikiran dan teori dari tokoh-tokoh sejarah dan ahli militer. Pandangan mereka menekankan bahwa kontrol atas senjata dan kekuatan fisik yang dimiliki militer adalah sumber kekuatan politik yang utama dalam situasi ketidakstabilan politik.

Peran Sentral Militer

Dalam setiap krisis politik, baik itu pemberontakan, revolusi, atau kudeta, militer selalu menjadi aktor kunci. Militer, sebagai institusi yang menguasai senjata dan memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan kekerasan secara sah, memiliki posisi unik dalam menjaga atau mengubah lanskap politik. Kudeta, baik yang dilakukan oleh militer itu sendiri maupun didukung oleh militer, adalah contoh paling jelas di mana militer menentukan arah kekuasaan politik.

Dalam konteks kudeta, militer sering kali menjadi institusi yang memutuskan apakah pemerintahan yang ada tetap berkuasa atau jatuh. Kudeta yang gagal biasanya terjadi ketika militer tetap loyal kepada pemerintah yang sah, seperti yang terlihat di Turki pada 2016 ketika percobaan kudeta gagal karena sebagian besar militer tetap mendukung Presiden Recep Tayyip Erdogan. Sebaliknya, kudeta yang berhasil terjadi ketika militer berpihak pada kekuatan yang menentang pemerintah, seperti yang terjadi di Mesir pada 2013 ketika militer menggulingkan Presiden Mohamed Morsi, atau Chile pada 1973 ketika Jenderal Augusto Pinochet menggulingkan Salvador Allende.

Madam Mao: "Kekuatan Politik Ada di Ujung Senapan"

Madam Mao, atau Jiang Qing, dengan tegas mengutarakan bahwa "kekuatan politik ada di ujung senapan." Pernyataan ini merujuk pada pemahaman bahwa kontrol atas senjata, terutama yang dipegang oleh militer, memberikan kekuatan politik yang nyata. Tanpa kemampuan untuk mengendalikan militer atau setidaknya memiliki dukungannya, sulit bagi penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya, terutama dalam situasi krisis politik.

Pemikiran ini berakar pada ide Mao Zedong yang lebih luas, yang melihat kekuatan fisik sebagai dasar kekuasaan politik. Dalam kudeta, militer yang mengendalikan kekuatan bersenjata dapat menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menentukan arah politik negara. 

Kekuatan politik yang dihasilkan dari kontrol militer sering kali mendapat legitimasi, meskipun diperoleh melalui cara-cara yang tidak legal. Kudeta Chile (1973) adalah contoh konkret di mana meskipun kudeta Pinochet tidak sah secara hukum, namun kekuasaan baru yang dibangun melalui kekuatan militer mendapatkan legitimasi politik dan berhasil bertahan selama bertahun-tahun.

Machiavelli : Kekuatan  dan Kekerasan Sah Digunakan untuk Mempertahankan Kekuasaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun