Fenomena illusory truth effect-di mana informasi yang sering diulang lebih cenderung dianggap benar meskipun keliru-sering dimanfaatkan oleh oligarki. Dengan mengulang narasi kebohongan melalui berbagai saluran komunikasi, mereka dapat menciptakan persepsi bahwa mayoritas masyarakat menerima kebohongan tersebut sebagai kebenaran. Hal ini diperparah oleh bias konfirmasi, di mana individu lebih cenderung mencari informasi yang mendukung keyakinan mereka yang sudah ada, bahkan ketika keyakinan tersebut didasarkan pada kebohongan yang disebarkan oleh oligarki.
Lebih jauh lagi, oligarki juga memanfaatkan rasa ketergantungan psikologis masyarakat pada otoritas. Sebagaimana dijelaskan oleh psikolog Stanley Milgram dalam eksperimen ketundukannya, individu cenderung patuh pada otoritas meskipun tindakan tersebut melibatkan dukungan terhadap kebijakan atau kebohongan yang tidak etis. Oligarki berfungsi sebagai otoritas yang tak tertandingi di mata masyarakat, dan kebohongan yang mereka sebarkan sering kali diterima begitu saja oleh mayoritas karena status dan kekuasaan yang mereka miliki.
Perspektif Filosofis: Kebenaran, Kekuasaan, dan Mayoritas
Secara filosofis, kebohongan yang didukung mayoritas tetaplah kebohongan, terlepas dari berapa banyak orang yang mempercayainya. Plato dalam karyanya The Republic mengungkapkan bahwa kebenaran harus dicari melalui penalaran dan refleksi kritis, bukan melalui pendapat mayoritas yang sering kali terpengaruh oleh manipulasi penguasa. Di sinilah peran oligarki menjadi sangat destruktif, karena mereka tidak hanya mengendalikan sumber daya material tetapi juga menyabotase pencarian kebenaran melalui propaganda yang sistematis.
Filsuf Friedrich Nietzsche menyoroti bahaya "kebohongan massal" dalam masyarakat, di mana moralitas dan kebenaran dibentuk oleh kekuatan yang dominan dan bukan oleh upaya mencari kebenaran yang independen. Dalam sistem oligarki, kebenaran sering kali ditaklukkan oleh kekuasaan, dan mayoritas dipaksa menerima kebohongan karena struktur sosial yang hierarkis. Seperti yang diungkapkan oleh Nietzsche, "kebenaran adalah kehendak untuk berkuasa," dan dalam hal ini, oligarki memanipulasi kebenaran untuk memenuhi ambisi kekuasaan mereka.
John Stuart Mill juga mengemukakan dalam On Liberty bahwa kebebasan berbicara dan berpikir sangat penting untuk mencapai kebenaran. Namun, di bawah dominasi oligarki, kebebasan ini sering kali ditekan atau dimanipulasi. Oligarki menggunakan kekuasaan mereka untuk membungkam kritik dan membentuk narasi publik sesuai dengan kepentingan mereka, menghalangi masyarakat untuk mengeksplorasi dan menguji kebenaran secara bebas.
Dukungan Palsu karena Kepentingan yang Tidak Etis
Kebohongan yang disebarkan oleh oligarki sering kali mendapatkan dukungan palsu dari individu atau kelompok yang memiliki kepentingan terselubung. Para pemimpin bisnis, politisi, atau figur publik mungkin mendukung narasi palsu yang dipromosikan oleh oligarki demi keuntungan pribadi atau untuk mendapatkan kekuasaan lebih besar. Hal ini menciptakan situasi di mana kebohongan tampak didukung oleh mayoritas, tetapi kenyataannya, dukungan tersebut hanyalah hasil dari kompromi etis dan kepentingan pribadi.
Contohnya, dalam kasus kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam, oligarki di sektor tambang atau energi dapat mempromosikan kebohongan bahwa aktivitas mereka "berkelanjutan" atau "ramah lingkungan." Dukungan palsu dari politisi atau media yang disuap atau mendapat keuntungan finansial menciptakan ilusi bahwa kebijakan destruktif ini memiliki dukungan luas, padahal masyarakat umum sebenarnya dirugikan.
Kesimpulan
Kebohongan yang didukung oleh mayoritas, khususnya dalam konteks manipulasi oligarki, tidak pernah bisa dianggap sebagai kebenaran. Dari perspektif sosiologis, kita melihat bagaimana kekuasaan oligarki menciptakan ilusi mayoritas melalui kontrol informasi dan narasi publik. Secara psikologis, kecenderungan manusia untuk konformitas dan ketundukan pada otoritas memperkuat kebohongan ini. Secara filosofis, kebenaran tidak bisa diukur dari jumlah orang yang mempercayainya, melainkan harus dicapai melalui pencarian rasional yang bebas dari manipulasi kekuasaan.