Mohon tunggu...
Rudi S. Prawira
Rudi S. Prawira Mohon Tunggu... profesional -

Kadang terlintas keinginan corat-coret

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dunia Entah-Berantah Bernama Indonesia

8 September 2013   22:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:10 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13786537911350469008

Mengikuti aturan, tapi aturan itu dilanggar oleh kesewenang-wenangan, terutama oleh para "The God Father". Menjalani filosofi kebaikan, tapi kebaikan itu dirusak oleh orang-orang yang merasa benar, dan kebaikan untuk kehidupan bersama pun menjadi ancaman bagi penduduk yang mendambakan hidup aman. Matinya "Ruh Pilar Bangsa" menjadikan kita sebagai benda-benda mati yang digerakkan oleh kepentingan. Terutama ketamakan akan keberlimpahan harta, ketakutan akan menjadi miskin jika kita memikirkan kehidupan bersama. Jelang 2014, para tokoh itupun bergerak mengamankan kepentingannya, secara berkelompok, tidak lagi atas kepentingan hidup bersama dalam sebuah negara. Dan kita dibutakan dengan dalih mencapai kekuasaan, dan kekuasaan dapat dicapai dengan Politik. Simbol-simbol religi menjadi alat untuk mencari suara, yang konon katanya suara Tuhan. Atas nama kebaikan, atas nama strategi semua dikuasai untuk mengabadikan kekuasaan itu sendiri. Di mana negarawan-negarawan itu, di mana cita-cita luhur pendiri bangsa ini yang ingin mengedepankan kesejahteraan rakyat. Pemimpin yang dulu dilahirkan saat ini harus dibeli dengan uang, "minta dipilih". Tak apalah jika memang sistem dan mekanisme undang-undang mensyahkan seorang pemimpin untuk minta dipilih. Tapi berbuatlah sepantasnya sebagai negarawan yang mengutamakan kepentingan hidup bersama dalam suatu bangsa yang bernegara yang di dalamnya ada rakyat yang harus dijamin kesejahteraannya, kebutuhannnya, dengan tidak alakadarnya. 2014 adalah tahun penuh intrik politik, menggiring manusia-manusia merdeka dalam mengejawantahkan kekuatan dan nafsunya. Benarkah semua untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menghilangkan ketergantungan kepada asing, mewujudkan kemandirian, dan menjadikan bangsa ini bangsa yang kuat? Seperti yang sudah kita lihat dari tahun ke tahun, kita semakin berada di dunia entah berantah yang mengutamakan kepentingan kelompok, dan ketamakan pemimpin, yang pengusaha ingin semakin berkuasa, tanpa peduli nilai-nilai kebangsaan yang berlandaskan Pancasila. Ketika sang calon blusukan ke masyarakat, di sana akan bertemu dengan sokoguru perekonomian "Koperasi" yang sudah lama sekarat, padahal landasan gotong royong yang selama ini cocok dengan kearifan lokal telah digerus oleh "kapitalisme". Ada rasa prihatin untuk membangkitkan kembali ekonomi rakyat, tapi apa daya hanya sebuah keinginan. Dan mereka lebih urgent terhadap perolehan suara, ketimbang pelaksanaan dan implementasi program setelah mereka terpilih dan duduk sebagai "wakil rakyat". Jika para calon pemimpin menjadikan "egois" di atas segalanya, maka kita akan semakin masuk ke hutan belantara yang dipenuhi binatang-binatang buas, dan masuk kepada dunia entah berantah, tak berpola. Atau lebih tepatnya menggunakan pola tanpa pola.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun