Mohon tunggu...
Sosbud Artikel Utama

Bir di Antara Politik Lelaki vs Seksualitas Perempuan

21 April 2015   18:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:49 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"He was a wise man who invented beer." - Plato

Dengan dalih moral, melindungi anak-anak muda dari bahaya minuman keras, pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan melarang minimarket dan pedagang eceran menjual bir. Bir dilarang karena harganya lebih murah dari Singapura dan Malaysia sehingga mudah dibeli dari hasil uang saku anak-anak. Begitu kira-kira dalihnya.

Bir dianggap memabukkan karena dianggap miras, kemudian dijadikan “pembenaran” dalam budaya lelaki untuk melegalkan secara politis,--sama halnya--, dengan rok mini, seksualitas dan perempuan. Perempuan dengan busana tertentu di konotasikan sesuatu hal negatif--, sama halnya dengan perempuan dan bir.

Konotasi itu, yang kemudian dikemas ke dalam sebuah produk bermoral dan tidak bermoral dan “dijual” dalam simbol-simbol politik lelaki,-- untuk menguasai--, membuat Bella (26), memilih mengunci rapat-rapat, ia bersama sebotol bir dan sebungkus rokok putih di dalam sebuah ruangan kecil di kamar kosnya di Bandung.

“Minum sebotol bir tidak akan membuat mabuk, semua lelaki sudah tahu itu. Kalau berniat mabuk, bukanlah bir yang dipilih melainkan minuman beralkohol yang kadarnya tinggi, “ kata Bella, bukan nama sebenarnya, salah satu karyawan bank itu.

Bella sendiri sudah mengkonsumsi bir sejak kuliah. Saat itu, ia sedang menyelesaikan tugas akhir skripsinya di salah satu universitas swasta di Bandung.

“Pagi sampai sore saya bekerja, dan malam harus begadang mengerjakan skripsi. Saya mengkonsumsi bir untuk menjaga kesehatan saja, tidak untuk mabuk. Meskipun di keluarga saya, seorang perempuan dengan botol birnya sangat dipandang negatif, “ katanya.

Tidak mudah memang merubah prasangka yang salah itu. “Bir bukanlah miras yang memabukkan. Bir ya bir ! “ kata Bella.

#

Sonia tak kuasa menahan air matanya. Putrinya, Afifah (18) meninggal dunia usai mengkonsumsi miras oplosan. Lima hari sebelum gadis itu meninggal, Afifah sempat curhat ke ibunya kalau ia resah dengan jerawat di wajahnya yang terus bertambah.

"Terakhir komunikasi pada hari Rabu. Dia bilang, aduh mamah jerawat Afif makin banyak, biasanya kalau sudah ketemu mamah suka sembuh," kenang Sonia menirukan perkataan putrinya kala itu, seperti dilansir Radar Banten (Grup JPNN.com)

Afifah bersama rekannya Atifah (19) meninggal dunia usai pesta miras di sebuah kafe di kawasan Royal, Kota Serang, pada 25 Januari 2015 silam. Polisi menyatakan mereka menggelar pesta mabuk oplosan itu karena masalah remaja ; putus cinta.

"Mamah suatu saat nanti Afif pengen tinggal sama mamah, love you, love you mamah. Dia sering berkata-kata manja sama saya," kata Sonia.

Setahun sebelumnya, 17 Maret 2014, seorang mahasiswi Akademi Kebidanan di Kota Jambi meningal dunia karena mengkosumsi oplosan bersama pacarnya di salah satu kamar kos-kosan di daerah Mendalo Kabupaten Muaro Jambi. Korban tewas akibat mencampur Mansion dan pepsi blue saat dilarikan di RSUD Raden Mattaher Kota Jambi.

Sosiolog Universitas Airlangga Surabaya, Bagong Suyanto mengatakan korban tewas akibat oplosan ini karena masih minimnya edukasi masyarakat mengenai alkohol. Banyak dari mereka yang tidak mengetahui resiko dan bahaya oplosan.

“Sejak kecil sampai sekarang ini, saya tidak boleh memegang botol bir apalagi mengkonsumsinya. Banyak perempuan yang mengalami nasib seperti saya. Bir dilarang, kemudian semakin dilarang akan semakin dicari karena rasa penasaran ketika remaja, “ kata Anis, mahasiswa di salah satu Universitas di Surabaya.

#

Empat puluh tahun setelah lulus sebagai satu-satunya perempuan di angkatannya, pakar bioteknologi pertama India, Kiran Mazumdar-Shaw, kembali mengunjungi kampusnya di Australia.

Ketika Kiran Mazumdar-Shaw datang pertama kali ke kota Ballarat, negara bagian Victoria, populasi di sana masih berjumlah 60.106 jiwa. Saat itu masih tahun 1974, dan Kiran muda datang untuk belajar pembuatan bir di Sekolah Pertambangan dan Industri Ballarat.

Kiran Mazumdar-Shaw, yang dilahirkan pada 23 Maret 1953 ialah pengusaha India yang masuk dalam daftar 92 wanita paling berpengaruh versi Forbes. Oleh Financial Times, ia disebut sebagai 50 perempuan yang sukses dalam bisnis. Kirain yang meraih banyak penghargaan di bidang kemajuan ilmu pengetahuan dan kimia mengawali usahanya di bidang pembuatan bir.

Pada tahun 1974, Kirain adalah satu-satunya perempuan yang terdaftar dalam kursus pembuatan bir di Australia dan meraih gelar Master Brewer pada tahun 1975. Kirain bekerja sebagai pembuat bir trainee di Carlton and United Breweries, Melbourne dan sebagai maltster trainee di Barrett Brother dan Burston, Australia.

Dia juga bekerja untuk beberapa waktu sebagai konsultan teknis di Jupiter Breweries Limited, Calcutta dan sebagai manajer teknis di Standard Maltings Corporation, Baroda antara tahun 1975 dan 1977.  Kirain sendiri pun awalnya “gagal” menularkan kemampuannya di India, yang menganggap pekerjaan membuat bir itu ialah pekerjaan laki-laki. Namun akhirnya, ia telah merubah paradigma itu. Ia dikenal sebagai perempuan pembuat bir pertama di negara itu.

Ayah Kiran, Rasendra Mazumdar merupakan orang yang berjasa dalam karier Kirain.

Ia lantas mengingat bahwa dulunya ia mempertanyakan apakah pembuat bir adalah pekerjaan yang tepat bagi perempuan muda tapi ayahnya begitu optimistis dan mengatakan bahwa Kirain harus pergi.

"Ia bilang 'kenapa tidak? kamu tak perlu memikirkan ini sebagai masalah gender'," tuturnya menirukan perkataan sang ayah.

Saat ini, sebagai Direktur Utama 'Biocon', Forbes menyebut Kiran memiliki kekayaan bersih senilai 1,2 miliar dolar, dan membuatnya berada di urutan ke-81 orang terkaya di India, dan perempuan terkaya di India ke-empat. Perempuan pengusaha ini juga masuk dalam daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia tahun 2010, yang diterbitkan majalah 'TIME'.

"Tentu saja itu adalah penghargaan yang luar biasa, bukan karena saya kaya tapi karena saya menciptakannya, bagi saya itu lebih penting, itu soal penciptaan nilai. Saya menyebut diri saya pengusaha kebetulan karena saya tak pernah merencanakannya," tuturnya.

#

Kartini menulis surat untuk seorang sahabat, bercerita terang tak pernah datang. Sahabat tersebut membalasnya pilu, kegelapan teman sejatinya. Kartini bersaksi, dunianya hanya indah pada sebait lagu dan itu memang benar. Sang sahabat bercerita, penghormatan hanya sekedar upacara. Kartini berjanji, tak'kan lelah menulis surat. Sahabatpun bermimpi, tak'kan pernah menerima kekalahan.

Kartini kini... Tak berkebaya lagi, dia lebih senang bercelana dan mengejar dunia.. Kartini, kini tak terkungkung lagi, ia lebih suka berkelana menikmati dunia.. Kartini dulu dan kini, berbeda dalam cita-cita. Tetapi, mereka tetaplah sama.. yaitu seorang perempuan..

Celoteh dari sahabat Kartini

21 April

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun