Mohon tunggu...
Rudi Hartono
Rudi Hartono Mohon Tunggu... PNS -

Ingin seperti padi: Semakin berisi semakin merunduk

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Petani Karet: Gagah di Zaman Penjajah, Merana di Alam Merdeka

4 Mei 2015   09:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:24 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cerita petani karet saat ini-salah satunya yang terdapat di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau-mirip judul novel karangan pujangga lama: Tak Putus Dirundung Malang! (1)

Kondisi ini membuat petani karet stres berat. Betapa tidak, harganya terus merosot, menyebabkan pendapatan berkurang drastis. Sementara itu, biaya kebutuhan dasar hidup-sandang-pangan-terus melambung. Belum lagi biaya pendidikan anak-anak, kesehatan, dan bermacam-macam kredit (2).

Jangankan untuk membeli lain kebutuhan lux, untuk makan saja boleh dikatakan kesulitan.

Pada tahun 80-an harga 1 kg karet dapat membeli 2 kg beras. Sekarang 2 kg karet tidak bisa membeli 1 kg beras. (3).

Kondisi di atas menyebabkan timbulnya kriminalitas seperti pencurian karet, baik yang dilakukan orang se desa maupun dari desa lain.

Selain itu terjadi pula kerusakan lingkungan yang meliputi air, tanah dan hutan akibat maraknya Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang dilakukan masyarakat karena mereka beralih kerja dari menyadap karet menjadi penambang emas ilegal.

Akibat penambangan emas tersebut masyarakat sering berhadapan dengan aparat Pemerintah Daerah dan penegak hukum. Bahkan sering terjadi tindakan anarkhis. Petugas membakar peralatan penambang PETI. Masyarakat membalasnya dengan membakar kendaraan dinas aparat Pemerintah Daerah dan penegak hukum.

Sekarang, untuk menghindari bentrokan tersebut mereka terpaksa main kucing-kucingan dengan aparat. Juga bermain mata dengan oknum petugas.

Di satu sisi aparat Pemerintah Daerah dan penegak hukum dapat memahami kegiatan PETI tersebut, tetapi di sisi lain mereka ingin pula menegakkan peraturan perundang-undangan. Kalau kegiatan PETI dilakukan tanpa terkendalidi, dikhawatirkan kerusakan lingkungan akan semakin parah dan merugikan generasi berikutnya.

Pada mulanya kegiatan PETI dilakukan secara terbatas oleh pemilik modal besar saja. Buruhnya didatangkan dari daerah luar, terutama dari Pulau Jawa, dan sebagian kecil penduduk setempat.

Tetapi sekarang, dengan dengan semakin merosotnya harga karet, menyebabkan semakin banyak pula penduduk tempatan yang melakukan PETI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun