Peserta Kongres Pemuda II
Dalam situasi dan kondisi yang serba tidak menguntungkan karena di bawah penjajah Belanda, tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda perwakilan berbagai daerah di Indonesia mampu membuat tonggak sejarah, Sumpah Pemuda, yang tetap aktual dan relevan sampai sekarang.
Dalam berbagai literatur Bung Karno, Proklamator, Presiden pertama Republik Indonesia, pernah berkata, “Berikanlah kepada saya sepuluh orang pemuda niscaya saya akan menggoncang dunia.”
Perlu diketahui penekanan pidato Bung Karno itu terletak pada frasa “pemuda”, bukan “sepuluh”-nya. Sedangkan kata “sepuluh” itu sendiri melambangkan “banyak”. Ini sama halnya dengan bahasa arab yang sering menggunakan kata “tujuh” atau “sembilan”, yang berarti juga banyak.
Soekarno dan tentu juga orang lain lain tahu betapa strategisnya pemuda tersebut. Pemuda memiliki “tenaga” lebih daripada yang dimiliki orang dewasa. Sehingga seringkali menjadi “rebutan” para pihak. Sayang sekali bila mereka diarahkan untuk kepentingan destruktif.
Dalam kehidupan sehari-hari, di berbagai tempat, dapat kita lihat dan rasakan bagaimana pentingnya keikutsertaan dan peran pemuda tersebut dalam menyukseskan berbagai kegiatan. Yang “tua-tua” cukup memberikan arahan sebagaimana mestinya.
Para pemuda biasanya banyak memiliki ide, pendapat, pikiran, sementara yang tua-tua perlu memberikan masukan-masukan sehingga ide-ide bernas itu menjadi postif.
***
Demikianlah kiranya, seratus delapan puluh tujuh tahun yang lalu para pemuda dari berbagai perwakilan daerah di Indonesia telah menelurkan ide-ide perlunya kebersamaan sebagai salah satu syarat agar bangsa Indonesia dapat melawan penjajah Belanda yang ketika sedang jaya-jayanya berkuasa di Tanah Air kita. Mereka telah belajar sejarah bagaimana akhir perjuangan-perjuangan berbagai daerah di Indoesia karena sifatnya yang masih sendiri-sendiri. Kesepakatan itu melahirkan SUMPAH PEMUDA, sebuah pikiran yang berkemajuan dan melampau zamannya.
Peristiwa ini terjadi tentu setelah para pemuda itu menerima “pencerahan” baik dengan jalan belajar di dalam maupun di luar negeri, masuk organisasi, partai politik, perkumpulan, maupun dengan membaca berbagai buku, surat kabar, dan sebagainya.