Mohon tunggu...
Rudi Hartono
Rudi Hartono Mohon Tunggu... PNS -

Ingin seperti padi: Semakin berisi semakin merunduk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari Kesuksesan Karier Jenderal Besar Soedirman, Nasution, dan Soeharto

5 Oktober 2015   12:22 Diperbarui: 5 Oktober 2015   12:32 1869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jenderal Besar Dr. Abdul Haris Nasution lahir di kampung Huta Pungkut, Tapanuli, 3 Desember 1918.

Sewaktu kecil, pagi hari ia belajar di sekolah umum, sore di madrasah, dan malam negaji di musholla.

Pada tahun 1932, Nasution menamatkan HIS dan melanjutkannya ke sekolah Raja (HIK) di Bukttinggi, Sumatera Barat, Sekolah Guru. Usianya ketika 14 tahun. Tahun 1935, Nasution berangkat ke Bandung untuk menamatkan Sekolah Guru. Pada tahun 1937, Nasution menamatkan pelajarannya dan menjadi guru di Bengkulu. Pada tahun 1940, Nasution kembali ke Bandung. Kali ia datang sebagai kadet (taruna) Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO), korps pendidikan perwira cadangan Kerajaan Belanda. Coro sengaja didirikan Belanda untuk membanti kepentingan perangnya.

Pilihannya untuk berkarier di militer memang tidak sia-sia. Kariernya dalam waktu singkat meroket. Pada tahun 1940, Nasution naik pangkat menjadi Kopral. Tiga bulan kemudian menjadi sersan.

Ketika Jepang menyerbu Hindia Belanda CORO tutup, kadernya langsung diangkat menjadi vaandrig (pembantu letnan calon perwira). Nasution ditempatkan di Batolion III Infanteri di Surabaya. Kompinya ditugaskan mempertahankan pelabuhan Tanjung Perak bila diserbu Jepang. Terjadi pertempuran hebat. Nasution jengkel melihat tentara Belanda yang desersi, takut melawan Jepang. Ia akhirnya memutuskan balik ke Bandung, naik sepeda.

Ketika Jepang membentuk PETA dan Heiho, Nasution ikut membantu. Ia memang tak pernah menjadi personil PETA, namun ketika PETA membentuk Badan Pembantu Perajurit Priangan (BPP), Nasution ditunjuk menjadi pengurusnya.

Pada tanggal 22 Agustus 1945 KNIP membentuk BKR. Tugas awalnya untuk menjaga keamanan dalam negeri saja. Bekas PETA, Heiho dan laskar rakyat ditampung.
Tanggal 5 Oktober 1945, BKR diubah menjadi TKR. Nasution ditunjuk jadi Panglima Divisi III TKR yang membawahi seluruh Priangan.

Pada bulan Januari 1946, TKR diubah menjadi TRI. Nasution tetap memimpin Divisi III. Tak lama kemudian Bung Karno mengubah lagi TRI menjadi TNI. Dan pertempuran-pertempuran dengan tentara sekutu pecah dimana-mana. Karier Nasution di bidang militer diuji. Ia berhasil lolos dari semua ujian berat.

Jenderal Urip Sumohardjo mantan perwira KNIL diangkat menjadi Kepala Staf Komandan TKR. Di Jawa Barat penyusunan TKR diserahkan kepada Didi Kartasasmita. Nasution diminta jadi pembantu Didi dan diangkat menjadi Kepala Staf Komandemen TKR Jawa Barat yang bermarkas di Tasikmalaya.

Sebagai Kepala Staf, Nasution diserahi tugas tugas-tugas yang cukup berat dan beragam, mulai dari menyusunan staf, pembentukan Divisi, menertibkan laskar liar. Tindakannya membuat banyak pihak tidak senang kepadanya.

Ide lainnya adalah menjalankan siasat bumi hangus, memobilisasi dan merasionalisasi pasukan, reorganisasi dan rekonsiliasi, pemerintahan sipil di tingkat desa dan kecamatan diaktifkan. Dan menyebarkan kantong-kantong gerilya. Membuat instruksi-instruksi melawan Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun