"Jika UNAS dilakukan secara sportif dan obyektif angka kelulusan siswa hanya 40- 50%". (Hasil penelitian PGRI)
"Akan kami umumkan secara jelas kepada publik guru-guru yang terbukti bersalah (melakukan kecurangan dalam unas, Rudd) biar mereka malu". (Mendiknas)
Mulai ujian nasional tahun ini pemerintah menggunakan formulasi baru untuk menentukan kelulusan siswa SMP, SMA, dan sederajat. Formulasi tersebut menggabungkan nilai ujian nasional dan nilai prestasi siswa selama belajar pada jenjangnya (SMP atau SMA). Adapun persentasenya yaitu 60% nilai ujian nasional dan 40% nilai ujian sekolah.
Adanya formulasi baru ini juga menambah syarat kelulusan. Syarat kelulusan baru itu, menurut Mendiknas adalah nilai minimum 4.00 untuk tiap mata pelajaran. Disampint itu, nilai raport mulai semester III s/d V juga berpengartuh terhadap lulus atau tidaknya seorang siswa.
Jika kita lihat sekilas kita akan mengatakan bahwa sistem baru ini sangat bagus untuk meningkatkan kualitas kelulusan karena disamping nilai yang dihasilkan dari unas, nilai raport semester III. IV dan V juga ikut menentukan kelulusan seorang siswa. Tetapi kalau kita amati lebih jauh justru dengan sistem baru ini telah melahirkan "racun" baru pada dunia pendidikan kita. "Bagaimana bisa?", tanya seorang teman yang sedang berdiskusi ringan sambil nongkrong di warung kopi bersamaku.
Memperluas Kecurangan
Dalam unas-unas tahun lalu kecurangan yang dilakukan sebatas pada saat unas sedang berlangsung, yaitu dengan cara guru memberikan kode jawaban kepada para siswanya, tetapi mulai tahun ini kecurangan itu ada indikasi meluas sampai jauh sebelum unas dilaksanakan. Bahkan untuk tahun-tahun yang akan datang tindak kecurangan unas sudah dimulai sejak saat ini.
Maksud saya begini, dalam setiap pelaksaan unas pihak sekolah selalu berusaha agar murid-muridnya bisa lulus dengan prosentase setinggi mungkin. Pada tahun-tahun sebelumnya usaha ini hanya dilakukan dengan cara memberikan kode jawaban kepada siswa atau merubah isi lembar jawaban siswa sebelum dikirim ke rayonnya tetapi sekarang ada indikasi lebih meluas lagi, yaitu dengan cara merubah nilai raport mulai semester III s/d V dari para siswa yang akan melaksanakan unas itu. Perlu diketahui bahwa salah satu syarat unas adalah menyetorkan nilai raport dari semester III s/d V dari siswa calon peserta unas tersebut.
Indikasi ini bukan tanpa alasan karena Panitia Unas Nasional sendiri telah mengatakan bahwa disinyalir ada pendongkraan nilai raport siswa calon peserta unas pada hampir seluruh sekolah.
Sedang untuk unas tahun-tahun yang akan datang kecurangan itu sudah dimulai semenjak sekarang. Dengan asumsi bahwa sistem ini akan dipakai juga pada tahun-tahun yang akan datang maka sekolah-sekolah menerapkan pemberian nilai murah kepada para siswanya semenjak semester III.