Aku benci gagal. Benci sekali. Entah kapan terakhir kali aku merasa bagai pecundang.
Kata mereka, memilih calon pasangan hidup harus hati-hati. Tapi juga jangan terlalu picky. Entah mana yang benar. Tidak pernah jelas.
Singkat cerita, pada akhirnya aku selalu ditinggalkan. Dasar sial. Kata orang beragam. Teman-teman yang baik bilang, ini bukan salahku. Ini bisa terjadi sama siapa saja.
Yang kurang simpati akan menyebutku macam-macam. Bodoh. Tolol. Kepedean. Nggak hati-hati.
Mama, seperti biasa, menghiburku dengan ucapan yang sama:
"Belum saatnya."
Ya, sudah. Kuputuskan untuk fokus dengan yang bisa kulakukan. Bekerja, mencari uang sebanyak-banyaknya. Sebut aku workaholic, tapi inilah adanya. Perusahaan terakhir juga menipuku. Meskipun kutahu hakku, aku enggan mengemis.
Biar saja mereka hidup dengan uang haram sialan itu. Aku tidak peduli. Mungkin ini masalah harga diri. Yang kutahu, aku masih bisa cari uang sendiri dengan cara lain.
-***-
Kedua sahabatku datang dari luar negeri dalam rangka liburan. Meskipun senang dengan kehadiran mereka, ada yang terasa kosong dan dingin dalam hatiku.
Kosong. Dingin. Gelap.